Penulis :
Juanda Djamal
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menetapkan gubernur dan wakil gubernur terpilih pada Kamis, 9/1, penetapan tersebut dalam rapat pleno terbuka KIP Aceh di hotel The Pade, Aceh Besar.
Penetapan gubernur/wakil gubernur terpilih tersebut menandakan bahwa Mualem- Dek Fadh ditetap secara sah sebagai pemenang dalam pilkada 2024 dan selanjutnya menjadi gubernur Aceh periode 2025-2030.
Namun demikian, kemenangan Mualem-Dek Fadh memiliki makna penting dalam mereorientasikan politik Pembangunan Aceh setelah 20 tahun berlangsungnya proses perdamaian Aceh, 15 Agustus 2005. Maka, harapan rakyat dipundak Mualem untuk memimpin 5.548 juta penduduk Aceh memiliki tantangan yang tinggi pula. Kondisi demikian, relevan dengan pidato Mualem saat penetapan kemarin (9/1) yang menekankan pentingnya kolaborasi antara seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Bahkan Mualem mengajak Masyarakat untuk bersatu dan melupakan perbedaan selama proses pemilihan, “ sekarang tidak ada lagi 01 dan 02, sekarang yang ada Aceh”, sebut Mualem.
Konstruksi Komunikasi elit
Pidato Mualem dalam pleno KIP penetapan gubernur terpilih kemarin, memberikan dampak yang amat penting atas dinamika politik Aceh dalam sebulan terakhir ini. Terutama setelah berlangsungnya pilkada, dimana banyak komentar yang menunjukkan komunikasi politik antar elit Aceh tidak selaras, komunikasi elit terjadi melalui media massa sehingga terkesan tidak konstruktif dalam mendorong peralihan kekuasaan birokrasi Aceh ke pemimpin yang definitif atas hasil pemilihan rakyat.
Namun demikian, pidato gubernur terpilih kemarin memberikan pesan penting agar semua pihak, baik pengamat dan pemangku politik sekalipun untuk menahan diri, kalau mengutip bahasa Mualem sering sebutkan,”bek syeh syoh”.
Selain itu, makna lainnya daripada pidato Mualem kemarin, bagi kubu pemenang sekalipun menegaskan agar tidak eforia, juga tidak melakukan manuver-manuver melalui pernyataan media ataupun berperilaku yang menggunakan suasana kemenangan tersebut seperti “kup pade lam reudok”. Karena, kondisi demikian dapat mengganggu proses peralihan kepemimpinan dan mempengaruhi jalannya pemerintahan yang sedang berlangsung saat ini dibawah kepemimpinan Pj gubernur, Safrizal.
Beberapa isu kekinian yang sangat mempengaruhi opini publik di Aceh seperti manuver-manuver yang memojokkan Pj Gubernur untuk diganti karena menilai Pj melakukan kerja diluar tupoksinya, seperti penghentian seleksi BPMA, penghentian seleksi direksi Bank Aceh Syariah, pergantian Sekda, dan bahkan beredarnya nama-nama birokrat yang membantu paslon 01, semua pendapat dan komentar tersebut menciptakan kebingungan ditengah publik.
Beberapa isu diatas sedikit mengganggu komunikasi politik antar elit, komunikasi yang terjalin melalui media massa atas beragam isu tersebut sangat mudah digoreng sehingga publik menjadi bingung dan pesimis dengan perkembangan kepemimpinan Aceh. Semestinya, tarikan politik paska pilkada harus dibangun melalui komunikasi langsung antara gubernur terpilih dengan Pj Gubernur supaya kesiapan peralihan dapat berlangsung dengan efektif dan berkelanjutan.
Menilai pernyataan apresiasi Mualem terhadap Pj Gubernur yang sedemikian rupa, yang menekankan bahwa kinerja Safrizal harus diapresiasi dan perlu dukungan semua pihak untuk memastikan kelanjutan pembangunan di Aceh, serta Mualem meminta agar menjaga Safrizal selama menjalankan tugas sampai berakhir masa, membuktikan dibalik diskursus di dunia maya selama ini, sebenarnya Mualem telah menjalin komunikasi yang konstruktif. Dia juga mengisyaratkan agar kita dapat membangun komunikasi yang smooth dan menghindari komunikasi yang saling menjatuhkan dan menciptakan polemik yang kontra-produktif internal Aceh. Semestinya, energi politik kita dapat dikonsolidasikan untuk melakukan kontradiksi keluar Aceh agar isu-isu dan agenda kesejahteraan Aceh dapat kita wujudkan bersama.
Tentunya, publik sangat apresiatif atas permintaan Mualem supaya menghargai kewenangan yang memang sedang dijalankan oleh Pj Gubernur saat ini. Karena yang sedang dikerjakan oleh Pj Gubernur seyogianya menyiapkan “menu siap saji” saat Mualem sudah memegang kendali tampuk pimpinan Aceh.
Pernyataan Mualem juga selaras dengan pernyataan ketua DPR Aceh sehari sebelumnya, dimana beliau juga apresiasi atas kinerja Pj Gubernur yang menjalankan kewenangannya sesuai dengan kerja dan tupoksinya, bahkan menjalankan kebijakan yang memberikan keuntungan dan kemudahan saat Mualem memimpin pemerintahan Aceh kedepan.
Untuk itu, marilah kita bersyukur agar kemenangan ini, kita refleksikan 20 tahun telah berlangsungnya perdamaian. Kita wajib belajar atas dinamika politik sebelumnya, dimana kita kehilangan banyak momentum karena semua kita terjebak dalam kepentingan sempit, kepentingan personal, dan kita kehilangan agenda bersama “common goals” dan “common interests” atas nilai-nilai perjuangan yang sudah ditanamkan oleh Yang Mulia Wali Nanggroe Hasan Muhammad di Tiro sebelumnya.
Terakhir, tanpa menyalahkan siapapun pihak, penetapan Mualem-Dek Fadh oleh KIP menjadi momentum baru atas pentingnya kita membangun kepentingan strategis kedepan. Jauhkan keinginan menciptakan kubu-kubu dan sentiment-sentimen apapun yang merugikan Aceh.
Ingat, kita punya sumber daya manusia yang kuat, kita punya sumber daya alam yang kaya, semua itu mesti kita kelola Bersama secara merata dan adil, jangan lagi terjebak dengan fee, peng komisi, paket langsung (PL), berperilaku kup pade lam reudok dan sebagainya. Namun, kita kemas kekuasaan politik yang dipimpin oleh Mualem-Dek Fadh secara terlembagakan, tersistem dengan rapi, demi mencegah dan menghindari berulangnya kepahitan kepemimpinan sebelumnya. Kita toreh kegemilangan Kembali Aceh ditangan Mualem-Dek Fadh, demi perjuangan bangsa tercinta kita. Aceh !