PUNCA.CO – Aceh kembali diguncang, bukan oleh konflik bersenjata, tapi oleh wacana pemerintah yang dinilai mengusik kedamaian dengan penambahan batalyon teritorial di tanah rencong. Wacana tersebut dibanjiri kritikan dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat, terutama elemen yang masih memiliki keterkaitan dengan histori perjuangan Gerakan Aceh Merdeka seperti Jaringan Aneuk Syuhada (JASA).
Chairul Akbari, Ketua Jasa Daerah Dua Serikat Pekerja Ulim, dengan lantang menyuarakan penolakan. Menurutnya, rencana tersebut tidak hanya tidak relevan, tapi juga berpotensi menghidupkan kembali luka lama yang belum sembuh.
“Rencana penambahan batalyon teritorial ini jelas akan mengembalikan rasa trauma masyarakat Aceh,” tegas Chairul, Selasa (29/4/2025).
Baca juga: Perempuan Merdeka Tolak Penempatan 4 Batalyon Tambahan ke Aceh
Sudah hampir 20 tahun sejak RI dan GAM menandatangani perjanjian damai. Tapi bayang-bayang masa lalu masih melekat di hati masyarakat. Kehilangan anak, suami, ayah, dan kerabat tanpa nisan untuk diziarahi masih menjadi kenangan pahit yang belum selesai.
” Hal ini bakal memunculkan pertanyaan kepada masyarakat Aceh serta mengembalikan trauma yang besar terhadap aparat keamanan negara. Ini menjadi kekhawatiran masyarakat Aceh, terlebih untuk orang tua yang kehilangan anaknya, anak yang kehilangan bapaknya serta sangat banyak sanak saudara yang tidak tahu kemana harus menziarahi makamnya,” ungkapnya.
Menurut Chairul, Aceh tidak sedang membutuhkan kekuatan militer. Yang dibutuhkan justru lapangan pekerjaan, pendidikan gratis, kesehatan gratis dan pembangunan yang menyentuh langsung kehidupan rakyat.
Lebih lanjut, Chairul ikut mengaitkan narasi kemiskinan Aceh yang sering digaungkan media adalah potret yang dimanipulasi.
“Kemiskinan seperti yang diberitakan media itu sebenarnya tidak benar. Aceh tidak miskin, itu manipulasi belaka,” katanya dengan nada kecewa.
Lanjutnya, bahwa wacana penambahan batalyon ini bukan hanya tidak tepat sasaran, tapi juga rawan menimbulkan gejolak baru.
“Pemerintah harus berpikir terbuka. Tindakan yang seolah-olah memaksa ini bisa membangkitkan amarah serta membuka kembali luka lama,” ujarnya penuh peringatan.
Chairul juga menyindir bahwa mungkin pemerintah pusat mencurigai rakyat Aceh, sehingga merasa perlu mempertebal kekuatan militer.
“Atau mungkin ada kecurigaan pemerintah terhadap rakyat Aceh. Jika dipaksakan, masyarakat Aceh pun siap untuk mengambil langkah. Perlu diketahui di sudut kiri hati rakyat Aceh masih ada sisa luka yang belum kering.” tegasnya.
Dan sebagai penutup, ia mengingatkan tentang komitmen damai yang seharusnya dihormati. Clausula rebus sic stantibus, perjanjian antar daerah masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama. Jika ada hal yang membuat kondisi berubah dan ada upaya menggoyahkan Aceh, maka ini adalah bentuk pengkhianatan.