PUNCA.CO – Muda Seudang Aceh menentang rencana pembangunan empat Batalyon Teritorial Pembangunan (UTP) di Aceh. Melalui juru bicaranya, Muhammad Chalis, Muda Seudang menilai langkah tersebut berpotensi melanggar Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang menjadi fondasi perdamaian Aceh.
“Pembangunan batalyon baru ini harus ditinjau ulang. MoU Helsinki secara tegas membatasi jumlah tentara organik di Aceh maksimal 14.700 personel, dan itu hanya untuk menjaga pertahanan eksternal,” ujar Chalis kepada PUNCA.CO, Senin malam (28/4/2025).
Rencana pembangunan empat batalyon di Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah, dan Aceh Singkil ini dinilai bertolak belakang dengan semangat rekonsiliasi yang dibangun sejak penandatanganan MoU pada 2005. Chalis menegaskan, dalam keadaan damai, hanya pasukan organik yang boleh ditempatkan di Aceh, tanpa tambahan kekuatan baru.
“Apakah sudah ada data transparan berapa jumlah tentara organik di Aceh saat ini? Ini yang harus disampaikan kepada publik sebelum membuat keputusan seperti ini,” tegasnya.
Menurut Chalis, Muda Seudang memahami pentingnya memperkuat pertahanan nasional. Namun, ia mengingatkan bahwa pembangunan militer di Aceh harus tetap berpijak pada prinsip-prinsip damai yang telah disepakati bersama.
“Aceh tidak butuh lebih banyak pasukan. Aceh butuh kebijakan strategis dari pemerintah pusat untuk membangun kesejahteraan rakyat,” tambah Chalis, Magister Ilmu Politik Universitas Malikussaleh tersebut.
Ia pun meminta Kementerian Pertahanan mengevaluasi rencana ini secara komprehensif, dengan menempatkan kepentingan damai Aceh di atas segalanya.
“Akta damai adalah hukum tertinggi yang harus dihormati oleh semua pihak. Jangan biarkan pembangunan ini justru menjadi awal kegelisahan baru di Tanah Rencong,” tutupnya.