PUNCA.CO – Konflik di Universitas Abulyatama kini memasuki fase krisis yang mengancam legalitas pendidikan mahasiswa. Ribuan mahasiswa terancam mendapatkan ijazah yang tidak sah, lantaran ijazah akan ditandatangani oleh rektor yang secara resmi telah diberhentikan oleh Yayasan Abulyatama Aceh sebagai penyelenggara yang sah secara hukum.
Ironisnya, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XIII Aceh yang seharusnya menjadi pengawas dan penengah konflik justru pasif dan membiarkan kekacauan memasuki bulan ke-3 tanpa penyelesaian.
“Kondisi ini gawat. Jika ijazah mahasiswa kelak dianggap tidak sah karena ditandatangani oleh pejabat yang tidak memiliki legitimasi, maka masa depan mahasiswa terancam. Ini kesalahan fatal dan kelalaian dari LLDIKTI Aceh,” tegas Yulis Saputra, Alumni Magister Universitas Nasional, Jakarta (5/5/2025).
Universitas Abulyatama saat ini dioperasikan oleh rektorat lama yang telah diangkat dan diberhentikan secara resmi oleh Yayasan Abulyatama Aceh, penyelenggara sah yang tercatat di Kementerian Pendidikan dan LLDIKTI. Namun, diketahui rektorat ini masih bersikeras menjalankan kegiatan akademik dan administratif, termasuk menandatangani surat-surat akademik.
Dosen-dosen yang dianggap berpihak kepada yayasan yang sah justru dibungkam dan tak diberi beban mengajar. Mahasiswa pun menjadi korban, mulai dari skripsi akan terbengkalai akibat pergantian pembimbing, jadwal kuliah kacau, dan kedepan ijazah mereka pun akan dipertaruhkan.
“LLDIKTI Aceh seolah tidak hadir sebagai pengawal kualitas pendidikan. Diam mereka bukan netralitas, tapi pembiaran terhadap pelanggaran serius,” tambahnya.
Dalam situasi normal, satu ijazah yang tidak sah bisa berdampak besar. Tapi kini, potensi ini bakal menimpa ratusan mahasiswa di Universitas Abulyatama. Apabila tidak segera ada tindakan dari Kementerian, kepercayaan terhadap sistem pendidikan tinggi di Aceh, khususnya Universitas Abulyatama bisa runtuh.
“Mendikti harus segera mengambil langkah, termasuk bila perlu segera mencopot Kepala LLDIKTI Wilayah XIII Aceh dan menunjuk pejabat baru yang mampu memulihkan stabilitas. Mahasiswa tak boleh terus-menerus jadi korban dari konflik tersebut,” tutupnya.