Oleh : Dr. Usman Lamreung, M.SI
Dalam sejarah tanah Blang Padang merupakan tanah Kesultanan Aceh Darussalam, pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, tanah blang padang di waqafkan ke Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Artinya sudah ratusan tahun blang padang tanah waqaf milik Masjid Raya Baiturrahman.
Berdasarkan Peta Koetaradja Tahun 1915, Tanah Blang Padang merupakan aloen-aloen Kesultanan Aceh. Dalam masa kolonial, tanah Blang Padang tetap dalam keadaan/status semula dan tidak sebagai milik kolonial Belanda, karena tanah tersebut milik Masjid Baiturrahman.
Pada tahun 1958 Pemerintah Aceh mendirikan stadion bola kaki pada bagian barat daya kapling tanah Blang Padang, saat even-even besar seperti digunakan penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) I yang dilaksanakan pada tanggal 12 sampai 23 Agustus 1958, PKA II Thn 1972 & PKA III tahun 1988, pameran pembangunan dan salah satu lokasi kampanye Pemilu.
Baca juga: Usman Lamreung; Kepastian hukum atas tanah Blang Padang menjadi keharusan
Blang padang dulu juga digunakan masyarakat dengan bebas termasuk pelajar, sebagai sarana olahraga seperti bola kaki.
Pada tanggal 7 sampai 14 Juni 1981, Pemerintah Aceh menggunakan lapangan Blang Padang sebagai arena MTQ Tk Nasional XII yang pada waktu itu disebut Desah Arafah. Setelah berakhirnya MTQ, Pemerintah Aceh memfungsikan kembali lapangan Blang Padang sesuai dengan peruntukan semula, membangun kembali fasilitas pendukung secara representatif dengan biaya dari Anggaran Pendapatan & Belanja Kota (APBK) Banda Aceh dan APBA Aceh, kecuali stadion bola kaki yang dipindahkan ke Lampineueng.
Qanun Kota Banda Aceh No 03 Thn 2003 tentang RTRWK Banda Aceh Thn 2002-2010 dan Qanun Kota Banda Aceh No.04 Tahun 2009 tentang RTRWK Banda Aceh tahun 2009-2029 telah menetapkan Tanah Blang Padang sebagai Kawasan Terbuka Hijau. Pemkot Banda Aceh secara terus-menerus memelihara serta menjaga kebersihan kawasan tanah Blang Padang tanpa memerlukan izin dari pihak manapun. Biaya pemeliharaan & perawatan lapangan tersebut bersumber dari APBK Banda Aceh dan APBA Aceh.
Pemerintah Aceh sudah melakukan Koordinasi dengan instansi terkait, dengan tujuan; menghimpun data, dokumen dan penjelasan para pelaku sejarah. Proses pendaftaran akta Wakaf ke KUA melalui Aplikasi SIWAK. Penyiapan surat ke Presiden RI beserta lampiran dokumen pendukung lainnya.
Dalam buku berjudul ‘De Inrichting Van Het Atjehsche Staatsbestuur Onder Het Sultanaat’ (Organisasi Pemerintahan Negara Aceh Di Bawah Kesultanan) karangan K.F.H. VAN LANGEN (1888) Dalam Buku K.F.H. Van Langen (Thn 1888, Hal. 30-31), tanah Blang Padang diwaqafkan oleh Sultan Aceh Iskandar Muda (1607-1636) untuk operasional kemakmuran MRB Aceh, seperti penghasilan Imam, Khatib dan Bilal terdiri dari sawah dan pohon kelapa serta kebun rumbia.
Sawah-sawah yang dikenal masyarakat Aceh dengan sebutan ‘Oemong Sara’ ini terletak di Blang Poengai dan Blang Padang. ‘Oemong Sara’ ini tidak diperbolehkan untuk dijual atau diwariskan sebagai warisan, akan tetapi dipergunakan untuk kepentingan Masjid Raya
Berdasarkan buku ‘AtjehscheStaatsbestuur’ yang ditulis K.F.H.Van Langen pada tahun 1888, dengan jelas menyebut Blang Punge dan Blang Padang merupakan wakaf Masjid Raya Baiturrahman. Saat ini tanah Blang Punge (sekarang terletak di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meraxa), luas 7.784 m2, telah ada Akta Pengganti Akta Ikrar Waqaf (APAIW) No, W.3/111/462/2002, dan sudah memiliki Sertipikat Tanah Wakaf No. 01.01.000006035.0. Di atas tanah wakaf tersebut sudah dibangun rumah para imam Masjid Raya Baiturrahman dan sekolah Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Darussyariah
Temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Aceh Nomor22.A/LHP/XVIII.BAC/05/2024 Tanggal 22 Mei 2024 yang menyatakan bahwa pada masa kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda, saat itu Lapangan Blang Padang merupakan areal persawahan rakyat, lalu Sultan mengambil alih dengan membeli lokasi persawahan tersebut, setelah itu mewakafkannya kepada Masjid Raya Baiturrahman.
Berdasarkan penjelasan sejarah dan bukti-buktinya, memang blang padang adalah milik Masjid Raya Baiturrahman. Memang saat ini tanah blang padang di kelola oleh Kodam, seyogyanya ini bisa diselesaikan dengan duduk bersama, agar masalah yang sudah 20 tahun terjadi persebatan dalam masyarakat selesai dengan baik. Apalagi ini lebih pada penyelesaian administratif antar institusi negara. Bagi masyarakat Aceh tanah blang padang adalah fakta sejarah, dan fakta sejarah harus sesuai dengan data dan pastinya itu adalah bagian perjalanan sejarah dan identitas.
Penulis: Dr. Usman Lamreung, M.Si / Akademisi Universitas Abulyatama