PUNCA.CO – Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) dinilai terus menunda pelaksanaan kongres untuk pemilihan ketua baru. Keterlambatan ini dinilai telah mencederai semangat regenerasi dalam tubuh organisasi paguyuban yang menaungi berbagai mahasiswa dan pemuda Aceh dari berbagai daerah.
Desakan keras datang dari Ketua Himpunan Mahasiswa Aceh Besar (HIMAB), Isratullah, yang menilai FPMPA telah mengalami stagnasi kepemimpinan akibat penundaan yang berlarut-larut.
“FPMPA bukan milik satu orang, bukan juga milik sekelompok kecil elit paguyuban. Ini forum kolektif yang harusnya menjunjung tinggi demokrasi, bukan malah stagnan karena alasan-alasan teknis yang dibuat-buat,” ujar Isratullah dalam keterangannya, Rabu (17/6/2025).
Isratullah mengungkapkan bahwa dirinya sempat bertemu langsung dengan Ketua FPMPA Muhammad Jasdy pada bulan Ramadan lalu. Saat itu, Jasdy menyampaikan bahwa pra-kongres akan digelar usai Hari Raya Idulfitri. Namun hingga pertengahan Juni, belum ada tanda-tanda persiapan yang jelas.
“Kami melihat tidak ada itikad serius. Tidak ada komunikasi terbuka, tidak ada progres, dan tidak ada kejelasan. Seharusnya masa jabatan Ketua FPMPA sekarang, yaitu Muhammad Jasdy, sudah berakhir. Namun hingga pertengahan tahun 2025 ini, belum ada langkah nyata dari pihak FPMPA untuk menggelar kongres. Padahal regenerasi kepemimpinan adalah fondasi penting untuk menjaga dinamika organisasi tetap sehat dan progresif,” tegasnya.
Isratullah mendesak FPMPA segera mengambil langkah konkret. Ia menuntut agar jadwal pasti untuk pra-kongres dan kongres segera diumumkan secara terbuka, serta forum diskusi antar paguyuban anggota dibuka lebar untuk membahas arah masa depan organisasi.
“Ini jelas bentuk pembiaran yang disengaja. Apa yang ditunggu? Atau memang ada upaya memperpanjang kekuasaan dengan cara diam-diam? Kita tidak boleh tutup mata. Ini inkonsistensi yang mencederai semangat organisasi. Kalau organisasi ini mau tetap relevan dan dipercaya, maka transparansi dan konsistensi dalam mekanisme pergantian kepemimpinan tidak boleh diabaikan.” tutup Isratullah.
Ia juga menilai sikap pasif FPMPA terhadap berbagai isu dan dinamika di Aceh semakin mempermalukan nama mahasiswa dan pemuda se-Aceh. Padahal, organisasi ini adalah representasi kolektif dari suara paguyuban di berbagai daerah.
Menurutnya, kondisi ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan FPMPA sebagai wadah pemersatu mahasiswa dan pemuda Aceh. Jika tidak ada kejelasan waktu dan arah, maka legitimasi kepemimpinan FPMPA saat ini patut dipertanyakan.[]