PUNCA.CO – Polemik pelepasan empat pulau yang sebelumnya masuk ke dalam wilayah administratif Aceh ke provinsi tetangga terus memicu gejolak dan kemarahan masyarakat. Keputusan ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap kedaulatan wilayah Aceh yang telah diperjuangkan selama puluhan tahun. Kali ini, kritik tajam datang dari Ikatan Keluarga Mahasiswa Banda Aceh (IKAMBA).
Ketua Umum IKAMBA secara tegas menyebut Safrizal ZA, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri merupakan putra kelahiran Aceh, sebagai tokoh sentral yang patut disalahkan atas kisruh pelepasan empat pulau tersebut. Dalam pernyataannya, Minggu (15/6/2025) ia menyampaikan kekecewaan dan kemarahan terhadap sikap dan tindakan Safrizal ZA yang dianggap tidak berpihak kepada tanah kelahirannya.
Baca juga: Mualem Gelar Rapat Khusus, Tunjukkan Bukti Hukum dan Historis Empat Pulau di Singkil
“Kami menilai Safrizal ZA sebagai biang kerok dari kisruh pelepasan empat pulau Aceh. Sebagai putra daerah, seharusnya beliau berdiri di garda terdepan membela hak wilayah Aceh, bukan justru melepaskannya kepada provinsi lain. Ini bentuk pengkhianatan terhadap identitas Aceh,” tegas Ketua Umum IKAMBA.
Pernyataan ini mencerminkan keresahan mendalam yang dirasakan oleh mahasiswa dan generasi muda Aceh terhadap proses administrasi yang dianggap tidak transparan dan penuh kejanggalan. Mereka melihat bahwa peran serta tokoh-tokoh asal Aceh di tingkat nasional justru tidak memperjuangkan kepentingan daerah, melainkan tunduk pada keputusan pusat yang merugikan Aceh.
IKAMBA mendesak Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) agar segera mencopot Safrizal ZA dari jabatannya sebagai anggota Wali Amanat USK. Posisi tersebut dianggap tidak pantas lagi dipegang oleh seseorang yang dianggap telah mengabaikan nilai-nilai perjuangan dan integritas moral masyarakat Aceh.
Menurut IKAMBA, keberadaan Safrizal ZA dalam lembaga pendidikan sebesar USK sangat mencederai kepercayaan publik dan mencoreng marwah institusi yang selama ini menjadi simbol intelektualitas dan perlawanan Aceh terhadap ketidakadilan.
Lebih lanjut lagi, mereka juga mendesak Lembaga Wali Nanggroe Aceh untuk mencabut hak dan status adat yang melekat pada Safrizal ZA. Organisasi mahasiswa ini menilai bahwa tindakan Safrizal telah keluar dari nilai-nilai budaya Aceh yang menjunjung tinggi keberanian, loyalitas terhadap tanah kelahiran, dan tanggung jawab terhadap warisan leluhur.
“Aceh bukan sekadar wilayah administratif. Ini adalah tanah penuh sejarah, identitas, dan martabat. Kami tidak akan tinggal diam menyaksikan hak Aceh dilepas begitu saja tanpa perlawanan,” tutup Ketua Umum IKAMBA.