PUNCA.CO – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Banda Aceh, di Kantor KIP Aceh, Jumat (18/7/2025). Sidang pemeriksaan itu menyita perhatian setelah nama Anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gufran Zainal Abidin, ikut disebut dalam perkara tersebut.
Gufran diduga mendapat keuntungan dari pengalihan suara milik Partai PKS kepadanya sebagai calon legislatif DPR RI nomor urut 1 pada Pemilu 2024. Menariknya, Ketua KIP Banda Aceh, Yusri Razali, disebut terlibat sebagai aktor utama dalam proses pengalihan suara tersebut, yang juga melibatkan tiga komisioner lainnya.
“Bukti-bukti dan keterangan yang masuk dalam persidangan akan kita nilai secara objektif untuk melihat apakah telah terjadi pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu,” ungkap salah satu anggota majelis DKPP dalam persidangan.

Jika tuduhan itu terbukti, skandal tersebut dipastikan akan menjadi pukulan telak bagi PKS, terutama di Aceh, yang selama ini dikenal dengan kadernya yang vokal menyuarakan isu-isu keagamaan.
Baca juga: Kaesang Terpilih Kembali sebagai Ketum PSI, Menang Telak 65 Persen
Gufran sendiri berhasil lolos ke Senayan setelah menempati urutan ke-7 menyusul kegagalan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melampaui ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen. Sebagai catatan, pada Pemilu 2019 lalu, PKS berada di urutan ke-7, meski kembali lolos namun kini turun ke posisi ke-8 di Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh I. Penurunan tersebut mencerminkan adanya penurunan kepercayaan publik terhadap Partai PKS di Dapil Aceh 1.
Kondisi ini memunculkan keraguan dari berbagai pihak terhadap masa depan PKS di Aceh. Salah satunya datang dari mantan anggota DPR RI, Rafly Kande, yang secara terbuka menyatakan pengunduran dirinya dari partai tersebut.
“Saya merasa dizalimi, ada suara saya yang dialihkan. Janji penyelesaian secara internal tidak ditepati. Maka saya memutuskan mundur,” ujar Rafly sebelumnya pada 27 Mei 2025.
Pernyataan Rafly semakin memperkuat dugaan bahwa praktik pengalihan suara bukan sekedar isu, tetapi juga mencerminkan persoalan serius dalam internal partai. Kini, sorotan publik tertuju pada dugaan bahwa suara kader lain dialihkan demi mengamankan kursi untuk Gufran.
Dengan pengadu Fakhrul Rizal yang memberi kuasa kepada Teuku Alfiansyah, Zahrul, dan Zulfiansyah. Dalam sidang pemeriksaan DKPP dengan perkara Nomor: 158-PKE-DKPP/VI/2025 tersebut, Komisioner KIP Banda Aceh diperiksa terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Dalam aduannya, Fakhrul mendalilkan bahwa Teradu I (Yusri) memerintahkan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Syiah Kuala dan Kuta Raja untuk melakukan penggelembungan suara bagi caleg DPR RI Dapil Aceh I dari Partai PDIP atas nama Sofyan Dawood, serta memindahkan suara Partai PKS kepada Caleg PKS nomor urut 1, Gufran Zainal Abidin.
Tak hanya itu, tiga komisioner lainnya diduga mengetahui dan bahkan turut membantu proses penggelembungan suara. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah, didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Aceh, yakni Vendio Elaffdi (unsur masyarakat), Khairunnisak (unsur KPU), dan Safwani (unsur Bawaslu).










