PUNCA.CO – Pernyataan anggota DPRA Dapil VIII, Rijaluddin, terkait kontribusi perusahaan pengolahan getah pinus di Gayo Lues mendapat sorotan tajam dari kalangan mahasiswa. Ia dinilai keliru memahami regulasi kehutanan yang berlaku.
Syahputra Ariga, mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Mahasiswa Gayo Lues se-Indonesia (PMGI), menyayangkan sikap Rijaluddin yang menyebut perusahaan pinus tidak memberikan manfaat konkret bagi daerah. Pernyataan itu merujuk pada diberlakukannya Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 yang menghapus kewajiban kontribusi langsung perusahaan ke pemerintah daerah.
Baca juga: Masyarakat Aceh Diminta Tidak Mengirim Lagi Hasil Produksi Karet Mentah ke Luar Daerah
“Pernyataan itu menunjukkan ketidakpahaman terhadap regulasi yang berlaku. Dari dulu memang tidak ada aturan mengenai kontribusi langsung atau retribusi dari industri pengolahan getah ke daerah. Yang diwajibkan adalah pembayaran PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) oleh pemegang izin konsesi,” jelas Syahputra, Rabu (6/8/2025).
Ia menerangkan bahwa setiap produksi getah wajib disertai dokumen sah seperti SKSHHBK, serta pembayaran PSDH sebesar Rp42 per kilogram melalui sistem SIPUHH. Dana tersebut kemudian disalurkan kembali ke daerah melalui skema Dana Bagi Hasil (DBH) sesuai ketentuan pemerintah pusat.
Syahputra juga mengingatkan bahwa sejak 31 Desember 2023, seluruh aktivitas kehutanan wajib menggunakan skema perizinan resmi, baik dalam bentuk PBPH untuk kawasan hutan maupun izin gubernur untuk lahan APL, menggantikan sistem PKS sebelumnya.
Baca juga: Projo Aceh Sambut Baik Penunjukan Putra Daerah Marzuki Ali sebagai Kapolda Aceh
“Jika Rijaluddin dan KPH Wilayah V memang serius membela kepentingan daerah, seharusnya mereka memperjuangkan penguatan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan, bukan sekadar berkomentar tanpa solusi konkret,” tambahnya.
Ia menegaskan, perusahaan pinus yang beroperasi secara legal justru telah memberi kontribusi nyata terhadap ekonomi masyarakat lokal.
“Kontribusi itu nyata. Banyak masyarakat yang menggantungkan ekonomi dari hasil panen getah pinus. Jika ingin memperbaiki sistem, solusinya adalah penertiban dan penegakan hukum, bukan menyalahkan regulasi nasional tanpa dasar,” pungkas Syahputra.






