PUNCA.CO – Pemerintahan Aceh Besar di bawah kepemimpinan Bupati Syech Muharam Idris dihadapkan pada tuntutan besar untuk menghadirkan perubahan nyata. Gagasan “perubahan Aceh Besar” yang selama ini didengungkan harus segera diwujudkan dalam bentuk reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola pemerintahan. Ini bukan sekadar janji politik, melainkan kebutuhan mendesak agar Aceh Besar tidak tertinggal dari daerah lain.
Salah satu persoalan mendasar yang mencuat ke publik menurut Dr. Usman Lamreung, M.Si adalah rendahnya realisasi anggaran. Ini bukan hanya menunjukkan lemahnya serapan anggaran, tetapi juga menjadi indikator bahwa pelaksanaan pembangunan berjalan tersendat. Dampaknya terasa langsung terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi dan melemahnya pelayanan publik.
Baca juga: Aceh Dilanda 237 Bencana Selama Januari-Juli 2025, Kerugian Capai Rp165 Miliar
“Lemahnya koordinasi dan komunikasi lintas Forkopimda mengindikasikan adanya masalah dalam manajemen pemerintahan. Ketidakharmonisan antar-lembaga ini dapat menghambat efektivitas kebijakan lintas sektor, terutama dalam isu-isu strategis daerah,” ujar Direktur Lembaga Emirates Development Research (EDR) itu, Kamis (7/8/2025).
Lanjutnya, kondisi tersebut diperburuk dengan masih banyaknya posisi pimpinan SKPK (Satuan Kerja Perangkat Kabupaten) yang diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt). Struktur birokrasi yang tidak definitif menciptakan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan dan melemahkan kinerja pelaksanaan program.
“Bupati Muharam Idris perlu segera melakukan konsolidasi internal birokrasi: menuntaskan persoalan Plt, membangun komunikasi fungsional dengan Forkopimda, dan mempercepat reformasi manajerial. Tanpa langkah konkret dan terukur, gagasan perubahan hanya akan menjadi slogan kosong yang kehilangan makna di tengah harapan masyarakat yang kian besar,” tutupnya.