Home Opini 105,7 Triliun Dana Otsus Aceh Dikelola Konsumtif, Kompensasi Damai Sia-sia
Opini

105,7 Triliun Dana Otsus Aceh Dikelola Konsumtif, Kompensasi Damai Sia-sia

Share
105,7 Triliun Dana Otsus Aceh Dikelola Konsumtif, Kompensasi Damai Sia-sia
Awwaluddin Buselia, Analisis Lembaga Emirates Development Research (EDR) | Dok. Untuk PUNCA.CO
Share

Selama lebih dari 15 tahun, sejak 2008 hingga 2024, Aceh telah menerima kucuran Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp105,7 triliun. Jumlah ini fantastis, setara dengan APBN sebuah negara kecil. Namun, pertanyaan besar terus menghantui ruang publik. Apa yang benar-benar tersisa bagi rakyat? Ke mana dana sebesar itu bermuara?

Realitasnya, dana Otsus banyak terkuras untuk belanja rutin, proyek jangka pendek, serta program berbasis output, bukan outcome. Jalan memang dibangun, gedung pemerintahan berdiri, bantuan sosial disalurkan, tetapi semua itu belum cukup untuk membebaskan Aceh dari jerat kemiskinan struktural. Berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan Aceh pada 2008 berada di angka 23,55 persen, sementara pada Maret 2025 turun menjadi 12,33 persen. Meski angka ini menunjukkan kemajuan, jika dibandingkan rata-rata nasional, Aceh tetap menjadi salah satu daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi.

Masalah lain tak kalah serius. Pengangguran masih tinggi, kualitas pendidikan tertinggal, dan layanan kesehatan tak kunjung membaik.

Baca juga: Kak Na Sambut Ratusan Anak PAUD di Pendopo Gubernur

Persoalan utamanya bukan terletak pada kecil atau besarnya dana, melainkan pada buruknya tata kelola. Politik anggaran menjadikan Otsus sebagai permainan elite, bukan investasi masa depan rakyat. Transparansi lemah, pengawasan tumpul, dan orientasi pembangunan lebih banyak bersifat seremonial ketimbang substansial. Alhasil, tidak semua rakyat merasakan manfaat nyata dari realisasi anggaran yang hanya berorientasi pada output.

Baca juga: Bank Aceh Perkuat Komitmen Pemberdayaan Perempuan dan UMKM Melalui Kerja Sama dengan KOMIDA Syariah

Kini, ketika masa Otsus hampir berakhir, masyarakat menagih pertanggungjawaban. Dana yang semula dimaksudkan sebagai “kompensasi damai” justru menjelma simbol kegagalan manajemen pembangunan. Alih-alih menjadi modal lompatan, Otsus malah memperlihatkan betapa rapuhnya daerah ini ketika dikelola dengan pendekatan konsumtif.

Aceh membutuhkan refleksi menyeluruh. Dana besar yang datang tak boleh lagi disia-siakan. Jika pola lama tetap dipertahankan, sejarah hanya akan mencatat Dana Otsus sebagai aliran uang tanpa jejak kemajuan. Dan itu adalah pengkhianatan terhadap harapan rakyat.

Oleh: Awwaluddin Buselia, Analisis Lembaga Emirates Development Research (EDR)

Share
Tulisan Terkait

Akademisi: Revisi UUPA Bukan Sekadar Regulasi, Tapi Taruhan Masa Depan Aceh

PUNCA.CO – Langkah Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyerahkan...

Mualem–Dekfad dan Tugas Besar Membawa Aceh ke Fase Kedua Perdamaian

Dua puluh tahun pasca perdamaian, Aceh kini berada di persimpangan penting. Fase...