PUNCA.CO – Ratusan massa aksi yang tergabung dari berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat sipil Aceh turun ke jalan membawa sederet tuntutan yang mereka sebut sebagai “suara rakyat Aceh dan Indonesia.”
Dalam orasi yang bergema lantang, para demonstran menegaskan tujuh poin utama yang wajib segera ditindaklanjuti.
Tuntutan itu dinilai sebagai jalan untuk mengembalikan marwah demokrasi, menegakkan hak asasi manusia, serta memastikan keadilan bagi rakyat Aceh.
Baca juga: Ketua DPR Aceh Tegas Tolak Pembangunan Batalyon: “Aceh Butuh Damai, Bukan Militerisasi”
Pertama, massa mendesak adanya reformasi total di tubuh DPR RI dan DPR Aceh. Mereka menolak keberadaan wakil rakyat yang dianggap anti-demokrasi dan pro-oligarki, serta menuntut penghapusan budaya korupsi yang menggerogoti lembaga legislatif.
Kedua, reformasi Polri juga menjadi sorotan. Massa meminta penghentian tindakan represif terhadap demonstran, penegakan hukum yang adil, serta pencopotan aparat yang terbukti melakukan pelanggaran HAM.

Ketiga, mereka menuntut penuntasan seluruh kasus pelanggaran HAM di Indonesia, termasuk tragedi 1998 hingga konflik Aceh yang hingga kini disebut masih menyisakan luka mendalam.
“Keadilan bagi korban pelanggaran HAM tidak boleh diabaikan,” kata koordinasi lapangan, Misbah.
Baca juga: Meutya Hafid Tegaskan Penutupan Fitur Live TikTok Dilakukan Sukarela, Bukan Permintaan
Keempat, massa menolak pembangunan batalyon teritorial baru di Aceh. Menurut mereka, hal itu justru membuka kembali trauma masa lalu dan bertentangan dengan semangat perdamaian yang tertuang dalam MoU Helsinki.
Kelima, evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin tambang di Aceh juga menjadi agenda utama. Para mahasiswa menolak eksploitasi sumber daya alam yang dinilai merusak dan tidak berpihak pada masyarakat lokal.
Keenam, mereka menuntut pembebasan tanpa syarat terhadap rekan-rekan aktivis yang sebelumnya ditangkap dalam aksi serupa. “Kriminalisasi terhadap pejuang keadilan harus dihentikan,” tegasnya.
Ketujuh, massa menyoroti transparansi pengelolaan dana otonomi khusus (Otsus) Aceh. Mereka mendesak publikasi laporan penggunaan dana, serta pengusutan tuntas dugaan korupsi dalam pengelolaannya.