PUNCA.CO – Program Magister Damai dan Resolusi Konflik (MDRK) Sekolah Pascasarjana Universitas Syiah Kuala (USK) menggelar kuliah tamu bertema “Mekanisme Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Konflik Bersenjata”, Sabtu (27/9/2024).
Kegiatan yang berlangsung daring ini menghadirkan Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, sebagai narasumber utama. Kuliah dipandu Suraiya Kamaruzzaman, dosen MDRK, dan diikuti lebih dari 80 peserta dari kalangan mahasiswa, praktisi, hingga akademisi.
Baca juga: Aceh Jadi Tuan Rumah Kejuaraan Nasional Anggar 2025
Dalam pemaparannya, Usman Hamid menekankan pentingnya penerapan Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter Internasional, yang menurutnya sangat relevan dengan sejarah Aceh. Ia menyoroti masih banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan.
“Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Aceh masih menjadi PR besar bagi pemerintah Indonesia. Implementasi non-yudisialnya sangat tidak memihak kepada korban, karena korban sering kali tidak mendapatkan keadilan yang substansial,” tegas Usman.
Baca juga: Enam Bangunan di Aceh Besar Dilalap Api, Warga Kehilangan Harta Benda
Ia juga menyinggung pandangan yang kerap menyamakan kepedulian HAM sebagai intervensi terhadap kedaulatan negara. Menurutnya, perlu keseimbangan agar prinsip HAM tetap dijalankan tanpa mengabaikan martabat kemanusiaan.
Selain itu, Usman mengulas penerapan Hukum Kebiasaan Internasional dalam konteks kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh. Meski Indonesia belum meratifikasi konvensi internasional tentang pengungsi, ia menegaskan adanya kewajiban moral dan hukum kebiasaan yang harus dipatuhi.
Baca juga: Kapolda Panen 24,5 Ton Jagung pada Kuartal III di Aceh Jaya
“Hukum kebiasaan internasional menegaskan bahwa siapa pun yang terombang-ambing di laut harus diselamatkan, tanpa memandang statusnya. Kasus pengungsi Rohingya di Aceh adalah contoh nyata bagaimana Indonesia bisa menerapkan prinsip ini, meski tanpa ratifikasi formal,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya dua instrumen utama HAM internasional yang wajib dijalankan negara, yakni Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR). Bersama dengan Deklarasi Universal HAM (DUHAM), keduanya membentuk International Bill of Rights.
Koordinator MDRK USK, Dr. Masrizal S.Sos.I., M.A., berharap kuliah kepakaran ini dapat membuka cakrawala mahasiswa untuk berkontribusi dalam penyelesaian persoalan HAM, khususnya di Aceh.
“Mahasiswa diharapkan dapat berperan melalui penelitian maupun advokasi. Kegiatan seperti ini penting untuk memperkuat peran akademisi dalam isu kemanusiaan di tingkat nasional,” ujarnya.