PUNCA.CO – Suasana haru menyelimuti Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, pagi ini, Kamis (16/10/2025), saat jenazah almarhum Adam Malik, salah seorang mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) alumni pelatihan militer di Libya, tiba di tanah kelahirannya.
Kedatangan jenazah disambut langsung oleh Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Zakaria M. Yacob atau yang akrab disapa Bang Jack Libya, bersama sejumlah eks kombatan GAM lainnya. Mereka dengan khidmat menyambut kepulangan terakhir rekan seperjuangan yang telah wafat dua hari lalu.
Baca juga: Setelah Gagal Melaju ke Piala Dunia, PSSI Resmi Akhiri Kerja Sama dengan Patrick Kluivert
Bang Jack menyampaikan bahwa Adam Malik bin Nurdin menghembuskan napas terakhir pada 15 Oktober 2025 pukul 04.30 WIB di RS Harapan Kita, Jakarta. “Jenazah almarhum dipulangkan ke Aceh, tepatnya ke Ceurih Blang Mee, Kecamatan Delima, Pidie, untuk dimakamkan,” ujarnya.
Pihak KPA Pusat menyampaikan belasungkawa mendalam atas kepergian almarhum.
“Kami berdoa semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT, diampuni segala dosa-dosanya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” tutur Bang Jack.
Baca juga: Marak Reklame Ilegal, Pemkab Aceh Besar Minta Pemilik Urus Izin
Adam Malik dikenal sebagai salah satu alumni Tripoli Libya, tempat di mana ratusan anggota GAM menjalani pelatihan militer pada awal tahun 1980-an di bawah dukungan Pemimpin Libya, Muammar Khadafi. Kala itu, sekitar 400 hingga 600 anggota GAM dikirim ke berbagai kamp pelatihan seperti Tajura di Tripoli, Sabha di selatan Libya, serta Sirte dan Al-Jufra di wilayah tengah.
Pelatihan tersebut berlangsung dalam kerangka dukungan Khadafi terhadap gerakan kemerdekaan dunia ketiga melalui World Revolutionary Center (WRC). Materi yang diberikan mencakup strategi perang gerilya, intelijen, hingga penggunaan senjata berat.
Baca juga: Harga Pangan Naik, Pemko Banda Aceh Gelar Pasar Murah dan Ajak Warga Tanam Cabai di Pekarangan
Para alumni Libya kemudian kembali ke Aceh dan menjadi tulang punggung kekuatan militer GAM pada dekade 1980–1990-an, memainkan peran penting dalam memperkuat struktur dan kemampuan tempur gerakan tersebut.
“Meski hubungan itu berakhir seiring perubahan politik di Libya, pengalaman pelatihan di sana tetap menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan GAM sebelum lahirnya perdamaian Helsinki tahun 2005,” tambah Bang Jack.[]