Home Ekonomi Minat Masyarakat Aceh Kerja di Luar Negeri Meningkat, Jepang, Arab Saudi dan Malaysia Paling Ramai
Ekonomi

Minat Masyarakat Aceh Kerja di Luar Negeri Meningkat, Jepang, Arab Saudi dan Malaysia Paling Ramai

Lonjakan Minat Kerja ke Luar Negeri: 1.600 Calon Pekerja Migran Asal Aceh Mendaftar hingga September 2025

Share
Minat Masyarakat Aceh Kerja di Luar Negeri Meningkat, Jepang, Arab Saudi dan Malaysia Paling Ramai
ilustrasi pekerja Migran | Foto: Ist
Share

PUNCA.CO – Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh, dari Januari hingga September 2025, tercatat 1.600 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang mendaftar untuk penempatan ke berbagai negara.

Kepala BP3MI Aceh, Siti Rolijah, mengatakan bahwa tingginya minat masyarakat Aceh bekerja ke luar negeri menunjukkan semangat besar untuk memperbaiki taraf hidup dan mencari pengalaman kerja yang lebih luas.

Baca juga: Minim Pasokan, Harga Cabai Merah di Aceh Bertahan Rp85 Ribu

“Dari data yang kami miliki, sektor yang paling diminati meliputi manufaktur atau industri, tenaga perawat, hospitality (perhotelan dan restoran), serta perkebunan,” ujarnya, Senin (13/10/2025).

Menurut Siti, tiga negara yang paling banyak menjadi tujuan pekerja migran asal Aceh adalah Jepang, Arab Saudi, dan Malaysia, dengan kebutuhan tenaga kerja yang berbeda-beda di tiap negara.

Baca juga: Siswa Aceh Raih Medali Perak OSN 2025, Dinas Pendidikan Aceh Beri Penghargaan

“Mayoritas pelamar berasal dari lulusan SMA/SMK, D3, dan S1. Mereka tertarik karena negara-negara tersebut menawarkan sistem kerja yang tertata dan gaji yang lebih baik dibanding di dalam negeri,” jelasnya.

Dalam dua tahun terakhir, terdapat 416 pekerja migran asal Aceh telah diberangkatkan secara resmi. Sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dan berasal dari Kabupaten Bireuen (66 orang), Pidie (54 orang), Aceh Utara (51 orang), Kota Lhokseumawe (34 orang), serta Aceh Tamiang (27 orang).

Baca juga: Partai Aceh Gelar Bimtek di Aceh Timur Guna Sukseskan Visi-Misi Mualem-Dek Fadh

Meski minat tinggi, BP3MI Aceh mengakui masih banyak masyarakat yang berangkat melalui jalur non-prosedural. Menurut Siti, penyebab utamanya adalah biaya penempatan yang tinggi, proses administrasi yang dianggap rumit, serta minimnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan hukum.

“Bekerja secara ilegal sangat berisiko. Mereka tidak mendapat perlindungan hukum, rentan dieksploitasi, dan bahkan bisa terancam keselamatan,” tegasnya.

Selain itu, BP3MI Aceh menemukan adanya kesenjangan antara kebutuhan perusahaan di luar negeri dan kemampuan calon pekerja. Banyak calon pekerja memiliki keterampilan teknis, tetapi belum menguasai bahasa asing seperti Jepang, Korea, atau Inggris. Sebagian lainnya belum memiliki sertifikat resmi meski telah mengikuti pelatihan.

Baca juga: KAMMI Banda Aceh Gelar Aksi Bela Palestina

Untuk menjawab tantangan ini, BP3MI Aceh mendorong adanya program pelatihan bahasa dan keterampilan yang lebih merata di daerah agar calon pekerja lebih siap bersaing di pasar global.

“Kami berharap ada kerja sama lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah hingga pemerintah gampong, untuk memperluas pelatihan dan sosialisasi. Dengan begitu, pekerja migran asal Aceh tidak hanya siap secara teknis, tetapi juga mampu beradaptasi dengan standar internasional,” kata Siti Rolijah.

Baca juga: Buron Kasus Perdagangan Rohingya Ditangkap di Batam

Ia menambahkan, dengan peningkatan kualitas SDM, pekerja asal Aceh berpotensi menjadi tenaga profesional yang mampu bersaing di sektor industri dan perawatan di negara-negara maju.

“Kalau masyarakat diberi pembekalan yang cukup, bukan tidak mungkin pekerja migran asal Aceh bisa menjadi contoh tenaga kerja unggul dari Indonesia,” tutupnya.

Share