PUNCA.CO – Sejak resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto kini menghadapi fase awal yang penuh ekspektasi. Hampir satu minggu berlalu, dan dalam waktu dekat masyarakat menantikan gebrakan dari Kabinet Merah Putih dalam 100 hari pertama. Prabowo pun dituntut untuk membuktikan bahwa kabinet-nya mampu bekerja secara optimal untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih maju. Namun, latar belakang beberapa anggota kabinet ini menimbulkan perdebatan publik karena adanya rekam jejak hukum dan etika yang masih melekat.
Artikel ini hadir untuk menelusuri lebih dalam rekam jejak sejumlah nama di Kabinet Merah Putih yang pernah bersinggungan dengan kasus hukum dan masalah etik. Para pejabat ini termasuk menteri, wakil menteri, hingga utusan khusus presiden. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, mampukah mereka menjalankan tugas dengan integritas dan produktivitas yang tinggi, atau justru menjadi “tetesan nila” yang mencoreng citra kabinet.
Berikut beberapa nama dalam Kabinet Merah Putih yang sebelumnya sempat terlibat dalam persoalan hukum:
Airlangga Hartarto / Menteri Koordinator Perekonomian
Pernah diperiksa oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor minyak sawit mentah. Kasus ini menyedot perhatian publik mengingat urgensinya pada stabilitas ekonomi nasional.
Dito Ariotedjo / Menteri Pemuda dan Olahraga
Namanya mencuat dalam kasus korupsi proyek menara pemancar komunikasi (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika(Kominfo). Keterlibatan dalam kasus seperti ini tentu memunculkan keraguan terkait komitmen pemberantasan korupsi di sektor pemerintahan.
Edward Omar Sharif Hiariej / Wakil Menteri Hukum
Sosok yang pernah menyandang status tersangka dalam penyelidikan KPK ini kini memegang jabatan strategis yang menuntut kepercayaan publik. Keberadaannya di kabinet membawa dilema besar, mengingat harapan publik akan pejabat yang bebas dari masalah hukum.
Selain permasalahan hukum, terdapat juga sejumlah nama terkait dengan isu etik. Para pejabat ini menjadi sorotan karena pernah tersandung masalah integritas dan profesionalitas. Beberapa di antaranya adalah:
Anggito Abimanyu / Wakil Menteri Keuangan
Pernah terlibat dalam kasus plagiarisme yang membuatnya harus mundur dari Universitas Gadjah Mada. Kasus ini tentu menimbulkan pertanyaan terkait kredibilitasnya di dunia akademis dan integritasnya kedepan dalam menjalankan tugas di sektor keuangan.
Raffi Farid Ahmad / Utusan Khusus Presiden
Sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi menjadi perbincangan karena memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari universitas yang dianggap kurang kredibel. Ini menimbulkan spekulasi mengenai apakah pengangkatannya lebih karena popularitas dibandingkan kualitas.
Mengutip Koran Tempo terbitan Kamis (24/10), Prabowo sebelumnya berkomitmen untuk membentuk kabinet zaken, yakni kabinet yang didominasi oleh para ahli di bidangnya, bukan dari kalangan politik. Kabinet zaken diyakini sebagai solusi bagi pemerintahan yang efektif dan efisien, di mana jajaran menterinya tidak memiliki afiliasi politik tertentu. Namun, dengan komposisi Kabinet Merah Putih yang ada saat ini, muncul dugaan bahwa Prabowo justru menggunakan kesempatan ini untuk membalas budi kepada para pendukungnya dari pemilu lalu. Banyak dari mereka yang kini menduduki kursi kabinet merupakan sosok-sosok yang mendukung pencalonannya sebagai presiden.
Keberadaan tokoh-tokoh dengan rekam jejak hukum dan etika yang tidak bersih dalam kabinet ini tentu menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Cita-cita Prabowo untuk membawa Indonesia yang lebih maju melalui Kabinet Merah Putih berpotensi terancam jika mereka yang berada di dalamnya tidak mampu menunjukkan kinerja yang optimal. Bagi publik, komitmen dan integritas anggota kabinet menjadi sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Apakah kabinet ini akan mampu bekerja dengan baik, atau justru tersandung oleh rekam jejak mereka sendiri.
Presiden Prabowo kini menghadapi ujian besar untuk membuktikan bahwa Kabinet Merah Putih adalah pilihan terbaik bagi Indonesia. Keberhasilan 100 hari kerja kabinet ini tidak hanya akan menjadi pertaruhan bagi Prabowo, tetapi juga bagi kepercayaan publik terhadap pemerintahannya. Dengan keberadaan beberapa menteri yang telah terlibat dalam persoalan hukum dan etik, harapan agar mereka bisa membuktikan bahwa masa lalu tidak akan mempengaruhi tugas mereka di masa kini menjadi semakin tinggi.