Home Politik Pernyataan Tito Karnavian Kurang Relevan Jika Merujuk Kesepakatan 1992 Masa Ibrahim Hasan
Politik

Pernyataan Tito Karnavian Kurang Relevan Jika Merujuk Kesepakatan 1992 Masa Ibrahim Hasan

Share
Pernyataan Tito Karnavian Kurang Relevan Jika Merujuk Kesepakatan 1992 Masa Ibrahim Hasan
Dr. Usman Lamreung, M.Si, Direktur Lembaga Emirates Development Research (EDR) | Dok. untuk PUNCA.CO
Share

PUNCA.CO – Sengketa atas empat pulau di wilayah Singkil kini telah menjadi isu berskala nasional. Semakin besarnya perhatian publik terhadap pulau-pulau tersebut menunjukkan bahwa kawasan ini menyimpan potensi besar, baik dugaan ada sumber daya mineral dan pariwisata bahari yang dapat menjadi penggerak utama perekonomian di wilayah selatan Aceh.

Dalam pernyataannya kepada media nasional, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi dalam perkara ini. Tujuan utama adalah menyelesaikan persoalan batas wilayah secara objektif dan sesuai dengan ketentuan hukum.

Namun menurut Direktur Lembaga Emirates Development Research (EDR), Dr. Usman Lamreung, keempat pulau yang disengketakan sebenarnya sejak masa kolonial Belanda merupakan bagian dari wilayah Aceh, meskipun secara geografis berada di lepas pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Baca juga: DEMA UIN Ar-Raniry Buka Suara, Putusan Tito Karnavian Potensi Picu Gelombang Masa di Aceh

Tito menyampaikan bahwa sengketa ini telah berlangsung sejak tahun 1928 dan melibatkan banyak pihak serta lembaga negara. Proses penyelesaiannya telah berlangsung panjang dan melewati berbagai tahapan, bahkan jauh sebelum ia menjabat. Setelah melalui sejumlah pertimbangan, pemerintah pusat mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang diterbitkan pada 25 April 2025. Melalui keputusan tersebut, keempat pulau di Samudera Hindia itu ditetapkan sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara.

Namun, keputusan ini menuai kekecewaan yang mendalam dari masyarakat Aceh. Dikarenakan sengketa atas keempat pulau ini pernah diselesaikan melalui kesepakatan antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar pada tahun 1992. Kesepakatan tersebut menetapkan bahwa keempat pulau merupakan bagian dari Aceh.

“Persoalan ini kembali mencuat pada tahun 2008 ketika Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (TNPNR) mengangkat kembali status penamaan wilayah, yang justru menjadi pemicu sengketa berkepanjangan,” Ujar Usman Lamreung.

“Pernyataan Kemendagri yang menyebut sengketa ini telah lama berlangsung menjadi kurang relevan jika merujuk pada kesepakatan kedua gubernur pada 1992,”  tambahnya.

Sejak 1992, tidak ada lagi perdebatan mengenai status keempat pulau yang secara administratif, historis, dan identitasnya jelas merupakan bagian dari Aceh. Keputusan terbaru pemerintah pusat dinilai Usman bersifat sepihak, tidak transparan, dan tidak mempertimbangkan aspirasi masyarakat Aceh. Sengketa yang muncul, tenggelam, lalu kembali mencuat akibat kebijakan baru ini, menunjukkan bahwa suara rakyat Aceh selama ini kurang diperhatikan.

“Pendekatan pemerintah pusat yang semakin sentralistik telah mengabaikan status Aceh sebagai daerah dengan otonomi khusus, dan berpotensi menimbulkan ketegangan yang lebih luas,” ujarnya.

Menanggapi sorotan publik, Kementrian Dalam Negeri menyatakan akan memfasilitasi pertemuan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara. Ini menjadi momentum untuk mengulang sejarah penyelesaian damai, seperti pada 1992.

“Jika dalam pertemuan tersebut disepakati kembali bahwa keempat pulau adalah bagian dari Aceh, maka secara administratif keputusan sebelumnya masih dapat dikoreksi dan dibatalkan, tanpa harus menempuh jalur hukum seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” jelas Dr. Usman Lamreung.

Menurutnya, ini saatnya penyelesaian dilakukan secara menyeluruh dan bermartabat. Keempat pulau tersebut harus dikembalikan secara resmi ke dalam wilayah Provinsi Aceh, sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah, kesepakatan antar-daerah, dan aspirasi rakyat Aceh.

Share
Tulisan Terkait

Perjuangan Jeri Taufik, Bendera Aceh di Atas Ring Tinju

PUNCA.CO – Di tengah riuh sorak penonton di Jakarta, Senin malam (12/10/2025),...

Mualem Paparkan Potensi Investasi di Forum ASEAN–Tiongkok

PUNCA.CO – Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, memaparkan berbagai peluang investasi strategis...

Aceh Siapkan Sekolah Unggul di Setiap Daerah

PUNCA.CO – Pemerintah Aceh bakal menghadirkan Sekolah Unggul di seluruh kabupaten dan...

Dekat Malaysia dan Thailand, Aceh Disebut Masih Jadi Gerbang Masuknya Sabu ke Indonesia

PUNCA.CO – Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Aceh, Kombes Pol Shobarmen, mengungkapkan...