PUNCA.CO – Kekerasan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan di Aceh tuai tanggapan keras oleh Chairul Akbari. Dirinya mengecam keras dugaan tindakan represif oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap relawan kemanusiaan yang tengah menjalankan misi bantuan bagi korban bencana di Aceh Tamiang.
Dalam pernyataan pers yang dirilis Jumat (26/12/2025), anak dari mantan petinggi GAM tersebut menyebut insiden itu terjadi di wilayah Krueng Mane, Kabupaten Aceh Utara. Konvoi bantuan kemanusiaan disebut dihadang oleh aparat TNI dalam jumlah besar, kemudian dihentikan dan diperiksa secara represif, dikarenakan membawa bendera Aceh Bulan Bintang.
Baca juga: Aceh Perpanjang Tanggap Darurat Banjir-Longsor hingga 8 Januari 2026
“Para relawan mengalami pemukulan, penendangan, hingga penganiayaan menggunakan senjata. Mereka adalah warga sipil tidak bersenjata yang sedang menjalankan misi kemanusiaan,” tulis Chairul Akbari.
Akibat kejadian tersebut, sejumlah relawan dilaporkan mengalami luka-luka, bahkan ada yang menderita cedera berat dan harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Chairul Akbari menegaskan, tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM), termasuk hak atas rasa aman sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G UUD 1945 serta hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.
Baca juga: Aceh Peringati 21 Tahun Tsunami dan Doa Bersama Korban Banjir-Longsor Aceh
Selain itu, kekerasan terhadap relawan kemanusiaan dinilai bertentangan dengan prinsip hukum humaniter internasional yang mewajibkan perlindungan terhadap pekerja dan misi kemanusiaan di wilayah konflik maupun damai.
Tak hanya soal HAM, dirinya juga menilai insiden tersebut sebagai bentuk pelanggaran langsung terhadap Nota Kesepahaman Perdamaian Helsinki (MoU Helsinki) antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“MoU Helsinki secara tegas menjamin penghormatan hak-hak sipil masyarakat Aceh, penghentian penggunaan kekerasan oleh aparat bersenjata, serta jaminan keamanan bagi aktivitas sipil dan kemanusiaan,” tegasnya.
Baca juga: 21 Tahun Berlalu, Tsunami Aceh Masih Hidup dalam Ingatan
Atas peristiwa tersebut, Chairul Akbari yang juga tergabung dalam Jaringan Anak Syuhada (JASA), mendesak penghentian segera segala bentuk kekerasan terhadap masyarakat sipil dan relawan kemanusiaan di Aceh. Pihaknya juga menuntut penyelidikan independen, transparan, dan akuntabel terhadap dugaan keterlibatan oknum TNI.
Selain itu, ia meminta penegakan hukum tanpa impunitas terhadap para pelaku sesuai hukum nasional dan standar HAM internasional, serta pemulihan hak dan jaminan keselamatan bagi para korban dan relawan ke depan.
“Kekerasan terhadap misi kemanusiaan adalah pelanggaran HAM dan pengkhianatan terhadap perdamaian,” tutup Chairul Akbari.










