PUNCA.CO – Kabar tak sedap kembali menyeruak dari salah satu kampus besar di Aceh, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (UIN Ar-Raniry). Sebuah langkah yang mengejutkan kabarnya justru diambil oleh pihak kampus: izin pemutaran film dokumenter Pesta Oligarki, yang direncanakan oleh HIMATARA, dicabut. Langkah ini menuai tanda tanya besar, apakah kampus, yang seharusnya menjadi ruang terbuka bagi kebebasan akademik, kini berbalik menjadi penghalang kebebasan berpikir?
Sebagai institusi pendidikan yang seharusnya kebebasan akademik dijamin dan dibudayakan, keputusan ini yang menyakitkan. Kampus seharusnya menjadi benteng terakhir bagi kebebasan bersuara, berdiskusi, dan berpendapat, bukan ruang yang membatasi diskusi. Keberanian untuk mempertanyakan, membedah, dan menantang gagasan, betapapun kontroversialnya, adalah bagian dari hakikat pendidikan itu sendiri.
Seperti banyak kampus di Indonesia, ruang kebebasan akademik di UIN Ar-Raniry tampaknya semakin terancam. Keputusan kampus ini adalah ancaman langsung terhadap kebebasan berpikir. Kampus, jika terus mengekang pemikiran, tak lebih dari pabrik yang memproduksi generasi penurut yang tak kritis, sebuah tempat di mana manusia dilatih untuk menjadi pengikut buta, bukan intelektual merdeka.
Bayangkan, kampus yang seharusnya menjadi ruang paling aman bagi diskusi dan pemikiran kritis, malah mengurung diri dalam ketakutan akan gagasan yang membebaskan. Tindakan ini adalah sebuah penghinaan terhadap spirit akademik. Kampus bukan sekadar gedung, bukan sekadar bangku-bangku kuliah, tetapi simbol dari perlawanan terhadap ketidakadilan, penindasan, dan pembodohan. Jika kampus menutup pintunya bagi diskusi kritis, maka kita tidak bisa berharap kampus akan melahirkan manusia merdeka yang memerdekakan.
Pengekangan ini berbahaya, bukan hanya karena membungkam mahasiswa, tetapi juga karena memutuskan rantai dialektika yang melahirkan pemikiran-pemikiran besar. Dunia kampus bukanlah tempat untuk menyajikan jawaban-jawaban mutlak, ia adalah ruang yang seharusnya mengundang pertanyaan-pertanyaan, membuka perdebatan, dan menumbuhkan keberanian intelektual.
Jika kampus-kampus di negeri ini terus menyerah pada tekanan, kita patut bertanya, di manakah lagi kemerdekaan berpikir dapat bernafas bebas? Dan jika mahasiswa tak lagi bisa berpikir merdeka di tempat yang seharusnya menjadi rumah kebebasan itu, maka kemerdekaan akademik kita sedang berada di ujung tanduk.