Home Pendidikan Nobar Pesta Oligarki Dilarang, Kampus, Masihkah Menjadi Ruang Kemerdekaan?
Pendidikan

Nobar Pesta Oligarki Dilarang, Kampus, Masihkah Menjadi Ruang Kemerdekaan?

Share
Nobar Pesta Oligarki Dilarang, Kampus, Masihkah Menjadi Ruang Kemerdekaan?
Awwaluddin Buselia, S.I.P , Tim Ahli Emirates Development Research | Foto : untuk PUNCA.CO
Share

PUNCA.CO – Kabar tak sedap kembali menyeruak dari salah satu kampus besar di Aceh, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (UIN Ar-Raniry). Sebuah langkah yang mengejutkan kabarnya justru diambil oleh pihak kampus: izin pemutaran film dokumenter Pesta Oligarki, yang direncanakan oleh HIMATARA, dicabut. Langkah ini menuai tanda tanya besar, apakah kampus, yang seharusnya menjadi ruang terbuka bagi kebebasan akademik, kini berbalik menjadi penghalang kebebasan berpikir?

Sebagai institusi pendidikan yang seharusnya kebebasan akademik dijamin dan dibudayakan, keputusan ini yang menyakitkan. Kampus seharusnya menjadi benteng terakhir bagi kebebasan bersuara, berdiskusi, dan berpendapat, bukan ruang yang membatasi diskusi. Keberanian untuk mempertanyakan, membedah, dan menantang gagasan, betapapun kontroversialnya, adalah bagian dari hakikat pendidikan itu sendiri.

Seperti banyak kampus di Indonesia, ruang kebebasan akademik di UIN Ar-Raniry tampaknya semakin terancam. Keputusan kampus ini adalah ancaman langsung terhadap kebebasan berpikir. Kampus, jika terus mengekang pemikiran, tak lebih dari pabrik yang memproduksi generasi penurut yang tak kritis, sebuah tempat di mana manusia dilatih untuk menjadi pengikut buta, bukan intelektual merdeka.

Bayangkan, kampus yang seharusnya menjadi ruang paling aman bagi diskusi dan pemikiran kritis, malah mengurung diri dalam ketakutan akan gagasan yang membebaskan. Tindakan ini adalah sebuah penghinaan terhadap spirit akademik. Kampus bukan sekadar gedung, bukan sekadar bangku-bangku kuliah, tetapi simbol dari perlawanan terhadap ketidakadilan, penindasan, dan pembodohan. Jika kampus menutup pintunya bagi diskusi kritis, maka kita tidak bisa berharap kampus akan melahirkan manusia merdeka yang memerdekakan.

Pengekangan ini berbahaya, bukan hanya karena membungkam mahasiswa, tetapi juga karena memutuskan rantai dialektika yang melahirkan pemikiran-pemikiran besar. Dunia kampus bukanlah tempat untuk menyajikan jawaban-jawaban mutlak, ia adalah ruang yang seharusnya mengundang pertanyaan-pertanyaan, membuka perdebatan, dan menumbuhkan keberanian intelektual.

Jika kampus-kampus di negeri ini terus menyerah pada tekanan, kita patut bertanya, di manakah lagi kemerdekaan berpikir dapat bernafas bebas? Dan jika mahasiswa tak lagi bisa berpikir merdeka di tempat yang seharusnya menjadi rumah kebebasan itu, maka kemerdekaan akademik kita sedang berada di ujung tanduk.

Share
Tulisan Terkait

PEMA UNADA Hengkang dari Aliansi BEM Nusantara, Ini Alasannya

PUNCA.CO – Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Universitas Al-Washliyah Darussalam (UNADA) Banda Aceh resmi...

Masa Aksi Kibarkan Bendera Bulan Bintang di Depan Gedung DPRA

PUNCA.CO – Para massa aksi demonstrasi yang berlangsung di depan gedung Dewan...

RKUHAP Dikritik dalam Forum Ilmiah: Penyidik dan Penuntut Tidak Boleh Disatukan

PUNCA.CO – Pascasarjana UIN Ar-Raniry menggelar Seminar Nasional bertema “Pembaruan Hukum Acara...

DEMA UIN Ar-Raniry Buka Suara, Putusan Tito Karnavian Potensi Picu Gelombang Masa di Aceh

PUNCA.CO – ‘Pusat Mulai Lakukan Penjajahan Gaya Baru’, begitulah sebut Sekretaris Jenderal...