Home Politik Partai Aceh di Persimpangan Jalan: Mewarisi Perjuangan atau Melepas Masa Depan ?
Politik

Partai Aceh di Persimpangan Jalan: Mewarisi Perjuangan atau Melepas Masa Depan ?

Share
Share

Oleh : Mufazzal, S.IP., M.Sos

Wafatnya Kamaruddin Abubakar, atau yang dikenal sebagai Abu Razak pada 19 Ramadhan di Mekkah (19/3/2025), meninggalkan kekosongan strategis di tubuh Partai Aceh, yaitu pada posisi Sekretaris Jenderal. Jabatan ini tidak hanya sekedar formalitas administratif dalam struktur partai, melainkan jantung dari manajemen politik, strategi, dan komunikasi internal-eksternal partai.

Dalam struktur partai politik modern, posisi Sekjen kerap dianggap sebagai ‘mesin penggerak’ organisasi. Ia bukan hanya bertanggung jawab atas administrasi dan koordinasi internal, tetapi juga memainkan peran penting dalam diplomasi lintas partai dan menjaga stabilitas internal. Dalam kontek partai Aceh, jabatan ini semakin penting karena membawa beban sejarah: mengelola warisan nasionalisme ke-Aceh-an, sekaligus mentransformasikan partai sebagai kekuatan politik yang demokratis dan inklusif.

Baca juga: Zulfadhli Benarkan Prihal Penunjukan Dirinya Sebagai Plt Sekjen oleh Ketua Umum Partai Aceh H. Muzakir Manaf

Kini, Partai Aceh sedang memegang kekuasaan di eksekutif dan legislatif Aceh. Momentum ini menjadi peluang besar untuk melakukan konsolidasi dan transformasi kelembagaan. Ini adalah momentum untuk memperbaiki sistem rekrutmen kader, memperkuat struktur organisasi, serta memperluas basis dukungan masa di kalangan muda Aceh yang semakin kritis dan melek politik.

Sekjen dalam transformasi ini berperan sebagai motor penggerak yang sangat sentral. Jika Partai Aceh mampu memilih figur yang tepat, maka masa depan partai tidak hanya akan terjaga, namun juga dapat berkembang menjadi kekuatan baru yang tidak hanya berakar pada historis masa lalu, tetapi juga mampu menjawab tantangan masa depan Aceh.

Namun, ketika kekuasaan diperoleh, alih-alih partai ini bekerja untuk meluaskan basis masa, dan mengepakkan sayapnya menjadi partai modern. Justru mereka di landa konflik internal yang bertubi-tubi. Konflik ini di mulai dari pemecatan Muhammad Thaib alias Cek Mad hingga pergantian Sekjen. Kedua konflik ini telah mencoreng wajah Partai Aceh dari publik masyarakat Aceh.

Baca juga: DPR Aceh Bentuk Tim Revisi UUPA, Tgk Anwar Ramli Ditunjuk Sebagai Ketua

Menariknya, konflik internal Partai Aceh mulai muncul ke permukaan setalah wafatnya Abu Razak. Hal ini terjadi karena faksi-faksi yang sebelumnya merapat pada satu figur, kini mulai menyusun kekuatan masing-masing. Hal ini adalah gejala umum dalam politik pasca-otoritatif, di mana satu figur sentral memegang kohesi internal, dan ketika figur tersebut tiada, kohesi tersebut mulai meredup. Maka, tantangan utama yang harus segera diatasi oleh Partai Aceh adalah meredam potensi fragmentasi internal yang dapat melemahkan posisi partai, baik secara elektoral maupun struktural.

Di titik inilah pentingnya Sekjen sebagai figur perekat dan pemersatu. Ia harus menjadi sosok yang dapat diterima oleh semua faksi, baik dari kalangan senior eks kombatan GAM maupun generasi muda kader partai. Proses penunjukan pun penting mengedepankan asas musyawarah, bukan sekedar akomodasi kekuatan politik pragmatis.

Kriteria Sekjen Ideal: Antara Legitimasi dan Kompetensi

Dalam menentukan figur Sekjen yang baru, Partai Aceh perlu merumuskan kriteria yang tidak semata-mata berorientasi pada simbolisme sejarah, malainkan dibarengi dengan kemampuan manajerial. Kriteria tersebut setidaknya meliputi:

  1. Sekjen ideal perlu mempertimbangkan seorang yang berasal dari kalangan eks tripoli. Karena eks tripoli memiliki legitimasi histori di kalangan eks kombatan. Ini penting agar ia memiliki otoritas moral dan simbolik di mata pasukan eks kombatan, yang hingga kini masih menjadi basis kekuatan ideologis dan kultural Partai Aceh.
  2. Seyogyanya Sekjen memiliki kemampuan merangkul semua elemen partai, dari faksi senior hingga kader muda. Dengan jiwa rekonsiliatif dan inklusif ini bakal menjadi modal sosial untuk meredam konflik dan membangun rasa kebersamaan di internal.
  3. Sosok Sekjen tidak hanya menjadi simbol dari warisan masa lalu, tetapi juga bisa mentransformasikan Partai Aceh menjadi kekuatan politik yang relevan dengan kebutuhan masa kini. Kemampuan ini juga termasuk membaca arah politik nasional, dan menyusun strategi partai untuk tetap eksis dan berpengaruh secara elektoral.
  4. Dalam konteks demokrasi multi-partai, Sekjen dengan kemampuan membangun koalisi dan menjalin komunikasi politik dengan partai lain merupakan keharusan. Sekjen harus bisa menjadi duta komunikasi yang handal untuk menjaga hubungan baik dengan partai lain di tingkat lokal maupun nasional.
  5. Pada partai moderen, keberadaan Sekjen sebagai ujung tombak organisasi diharuskan memiliki kemampuan manajerial dan administratif untuk memastikan operasional partai berjalan secara efisien dan profesional.
  6. Hal yang paling penting yang perlu dimiliki oleh Sekjen adalah visi melakukan regenerasi yang berorientasi masa depan, bukan hanya bertugas melestarikan status quo.

Tanpa memperhatikan aspek-aspek ini, Sekjend baru di harapkan mampu menjaga beban sejarah, menjaga eksistensi, dan sekaligus dapat melakukan regenerasi kader untuk mempersiapkan pemimpin masa depan.

Regenerasi

Regenerasi kader menjadi salah satu isu strategis yang tidak bisa diabaikan oleh Partai Aceh. Partai politik yang tidak memiliki sistem kaderisasi yang kuat ibarat kapal tanpa kompas: mudah kehilangan arah dan mudah terguncang gelombang besar.

Baca juga: Sekjen Partai Aceh, Abu Razak Meninggal Dunia Saat Jalankan Ibadah Umrah

Kaderisasi bukan sekedar kegiatan formal seperti pelatihan sesekali atau pembentukan organisasi sayap. Kaderisasi adalah proses ideologis, organisatoris, dan politis yang terstruktur, sistematis, dan berkesinambungan.

Dalam konteks Partai Aceh, kaderisasi sangat penting karena partai ini lahir dari gerakan perlawanan bersenjata yang memiliki latar belakang historis dan kultural kuat. Namun, sejarah tidak akan cukup untuk menjamin keberlanjutan jika tidak diikuti oleh transformasi ke arah partai modern yang membina generasi penerus secara serius.

Figur Sekjen ke depan harus melihat pentingnya membangun jembatan antara generasi tua yang sebagian besar adalah eks kombatan GAM, dengan generasi muda yang tumbuh di era damai. Hari ini banyak dari generasi muda Aceh tidak mengalami konflik bersenjata, tetapi memiliki kepedulian tinggi terhadap masa depan Aceh. Mereka tumbuh dengan akses pendidikan, teknologi, dan informasi yang luas. Mereka juga lebih kritis dan memiliki aspirasi yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Inilah yang menjadi tantangan sekaligus peluang besar Partai Aceh.

Partai Aceh perlu mendorong pendekatan baru terhadap kaderisasi yang tidak lagi eksklusif dan elitis. Program-program rekrutmen kader muda perlu diperluas, bukan hanya terbatas pada kalangan loyalis partai, tetapi menjangkau komunitas-komunitas muda, kampus, organisasi kemasyarakatan, hingga lingkungan pesantren atau dayah yang menjadi basis moral masyarakat Aceh. Kaderisasi juga perlu mencakup pelatihan politik yang mencerdaskan: memahami etika politik, manajemen publik, komunikasi digital, hingga kepemimpinan transformatif.

Lebih jauh lagi, Partai Aceh perlu menginisiasi ‘Sekolah Politik Partai Aceh’, sebuah institusi kaderisasi yang sistematis, terstruktur, dan terbuka, yang menjadi tempat tumbuhnya para pemimpin muda masa depan. Lulusan sekolah ini bukan hanya diorientasikan untuk jabatan politik, tetapi juga untuk mengisi ruang-ruang strategis di pemerintahan, masyarakat sipil, dan sektor publik lainnya.

Ruang Kader Muda

Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa minat anak muda terhadap politik sering kali surut akibat dominasi politik elitis dan minimnya ruang aktualisasi. Dalam survei-survei nasional, kelompok muda kerap merasa skeptis terhadap institusi politik, karena dianggap tidak membuka ruang partisipasi yang setara. Namun mereka memiliki ketertarikan yang cukup tinggi terhadap isu-isu politik. Di sini lah Partai Aceh perlu menangkap peluang dari generasi muda yang tertarik dengan politik, namun terbelenggu dengan ruang partisipasi. Generasi muda ini memiliki keunggulan, ketika diberikan kesempatan, mereka menunjukkan kapasitas dan semangat yang luar biasa dalam berkontribusi bagi tumbuh dan berkembangnya partai.

Di balik berbagai kelebihan yang di tawarkan generasi muda, kita dihadapkan pada fenomena kader muda hanya dijadikan sebagai ‘pemanis’ dalam kegiatan partai. Padahal, potensi mereka bisa jauh lebih besar jika diberi ruang kepemimpinan yang nyata. Sekjen yang memiliki visi regenerasi perlu mendorong sistem rotasi dan promosi kader berdasarkan meritokrasi, dengan tetap mempertimbangkan loyalitas kader. Harus ada keberanian di internal partai untuk menempatkan kader muda pada posisi-posisi strategis di kepengurusan partai tingkat pusat, hingga daerah.

Lebih dari itu, regenerasi tidak boleh berhenti di tataran wacana. Perlu ada mekanisme afirmatif, misalnya kuota kepemimpinan untuk kader di bawah 35 tahun dalam struktur partai. Tidak kalah penting, mereka juga harus didampingi oleh mentor-mentor senior yang tidak mendominasi, melainkan membimbing dan memfasilitasi proses tumbuh kembang kepemimpinan anak muda.

Sebuah partai yang hebat tidak selalu di ukur dalam memenangkan suksesi pemilu, tetapi juga dalam hal mencetak generasi pemimpin baru yang mampu menjawab tantangan zaman. Dalam politik, regenerasi adalah investasi jangka panjang. Partai Aceh memiliki modal sosial dan historis yang luar biasa. Modal tersebut bisa cepat habis bila tidak diikuti dengan pembaharuan. Sekjen yang baru di tubuh partai ini menjadi terminal persimpangan jalan, apakah mutlak menjaga romantisme sejarah dan melepaskan masa depan, atau membawa keduanya secara bersamaan sebagai visi membangun partai untuk tumbuh dan berkembang.

Penulis : Mufazzal, S.IP., M.Sos / Alumni Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro (UNDIP)

Share
Tulisan Terkait

Indonesia Kalahkan China 1-0 di Kualifikasi Piala Dunia, Gol Tunggal Romeny Jadi Penentu

PUNCA.CO – Tim nasional Indonesia meraih kemenangan atas China dengan skor tipis...

Ratusan Gampong dan Instansi Meriahkan Pawai Takbir Idul Adha, Peserta di Lepas Asisten Sekda III

PUNCA.CO – Asisten III Sekretaris Daerah Aceh, Muhammad Diwarsyah, melepas peserta pawai...

Wujud Peumulia Jame, Meski Telat 90 Menit Mualem Tetap Sambut Kedatangan Gubernur Sumut

PUNCA.CO – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem menerima kunjungan silaturahmi Gubernur...

Peringati Haul Ke-15, Juanda Djamal Sebut Kader Partai Aceh Harus Warisi Semangat Perjuangan Tengku Hasan Tiro

PUNCA.CO – Peringatan Haul ke-15 wafatnya Dr. Tengku Hasan Muhammad di Tiro,...