PUNCA.CO – Rencana pemerintah menempatkan tambahan empat batalyon TNI di Aceh mendapat penolakan keras dari organisasi Perempuan Merdeka (PM). Dalam pernyataan resminya, Selasa (29/4/2025), Ketua PM Cut Farah menilai langkah tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki, yang menjadi fondasi perdamaian Aceh sejak hampir dua dekade lalu.
“Penempatan empat batalyon tambahan bukan hanya melanggar MoU, tapi juga mengkhianati semangat keadilan dan rekonsiliasi yang telah susah payah dibangun,” tegas Cut Farah.
MoU Helsinki yang ditandatangani pada 2005 mengatur jelas bahwa jumlah personel TNI di Aceh dibatasi hanya 14.700 personel organik, khusus untuk pertahanan eksternal, tanpa tambahan pasukan non-organik. Menurut Farah, kehadiran pasukan baru justru berisiko membangkitkan trauma lama dan menciptakan ketegangan baru di tengah masyarakat Aceh yang kini hidup damai.
Baca juga: Muda Seudang Nilai Penambahan Batalyon di Aceh Memunculkan Kegelisahan Baru
Dalam sikap resminya, Perempuan Merdeka menyampaikan enam tuntutan penting:
- Pemerintah Indonesia harus patuh pada kesepakatan internasional yang telah ditandatangani.
- Segera membatalkan rencana penempatan tambahan pasukan ke Aceh.
- Mematuhi seluruh isi MoU Helsinki, yang disaksikan komunitas internasional melalui Crisis Management Initiative (CMI).
- Mengutamakan pendekatan sipil, dialog, dan pembangunan kesejahteraan daripada pendekatan militer.
- Meminta Gubernur Aceh, DPR Aceh, DPD-RI perwakilan Aceh, dan DPR-RI asal Aceh untuk secara terbuka menolak rencana tersebut.
- Mengingatkan Gubernur Aceh agar berani berpihak kepada perdamaian dan keadilan demi masa depan rakyat Aceh.
“Yang dibutuhkan Aceh hari ini bukan batalyon tambahan, tetapi pendidikan yang layak, lapangan kerja yang memadai, dan layanan kesehatan gratis untuk rakyat,” lanjut Farah.
Diakhir pernyataannya, Cut Farah juga mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk bersatu dan menolak penempatan pasukan tambahan ini.
“Hidup Damai, Hormati MoU Helsinki!” seru Cut Farah.