Oleh: Dr. Usman Lamreung
Aceh bukan sekadar entitas administratif dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia adalah ruang sejarah, benteng perlawanan, dan simbol keteguhan bangsa yang sejak masa kerajaan telah memainkan peran strategis dalam arus besar geopolitik Asia Tenggara.
Baca juga: Sikapi Kedatangan Boby, Usman Lamreung Sebut Tidak Ada Kompromi Dalam Hal Batas Teritorial
Sayangnya, cara pandang sebagian elite pusat terhadap Aceh masih berkutat pada pendekatan teknokratis yang kering dan parsial. Penetapan empat pulau di Aceh Singkil; yakni Pulau Panjang, Pulau Limpan, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu bentuk kekeliruan yang sangat disayangkan. Ini bukan sekadar soal peta, tapi menyangkut harga diri dan memori kolektif rakyat Aceh.

Keputusan tersebut mencerminkan ketidaksensitifan pemerintah pusat terhadap dimensi historis dan psikososial masyarakat Aceh. Tindakan administratif yang terburu-buru tanpa komunikasi bermartabat hanya akan memperuncing ketidakpercayaan dan berpotensi merusak tatanan damai yang telah dibangun dengan darah dan diplomasi.
Baca juga: Pernyataan Tito Karnavian Kurang Relevan Jika Merujuk Kesepakatan 1992 Masa Ibrahim Hasan
Perdamaian Aceh adalah titik balik penting dalam sejarah Indonesia modern. ‘Itu bukan hadiah’ dari pusat, melainkan hasil dari perjuangan panjang rakyat Aceh dan kompromi besar demi keutuhan bangsa. Oleh karena itu, segala bentuk kebijakan yang menyentuh urat nadi identitas dan kedaulatan lokal Aceh harus dikaji dengan kepekaan sejarah dan keadilan politik.

Jika pusat menginginkan Aceh tetap menjadi mitra strategis dalam pembangunan nasional, maka hargailah ruang hidup, ruang budaya, dan ruang sejarahnya. Jangan sakiti kepercayaan masyarakat dengan keputusan sepihak yang melabrak rasa keadilan.
Baca juga: Bawa Bendera Bulan Bintang, Mahasiswa Demo Tolak Pencaplokan Pulau di Singkil
Aceh tidak sedang meminta perlakuan istimewa. Aceh hanya ingin haknya yang sah ditegakkan. Kembalikan empat pulau itu ke pangkuan Aceh, agar perdamaian tidak berubah menjadi bara, dan kepercayaan tidak bergeser menjadi kekecewaan.
Penulis: Dr. Usman Lamreung / Direktur Emirates Development Research (EDR)