PUNCA.CO – Aktivis perempuan Aceh, Cut Farah Meutia, mendesak Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf (Mualem) untuk bersikap tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang mengabaikan kewajiban memberdayakan tenaga kerja lokal. Ia menegaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap Qanun No. 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan tidak bisa ditoleransi, terlebih di wilayah yang memiliki status otonomi khusus seperti Aceh.
“Kami menyatakan dengan tegas bahwa Gubernur Aceh sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemberian izin operasi perusahaan di wilayah Daerah Istimewa Aceh harus mengambil sikap tegas terhadap perusahaan yang menolak merekrut tenaga kerja lokal,” kata Cut Farah dalam pernyataannya, Sabtu (12/7/2025).
Ia menuntut agar Gubernur menolak izin operasi bagi perusahaan yang tidak memiliki komitmen terhadap rekrutmen dan pelatihan tenaga kerja asal Aceh, serta membatalkan izin bagi yang telah beroperasi namun tidak menunjukkan keberpihakan terhadap sumber daya manusia lokal.
Baca juga: Mualem Larang Pungli, Dinas Pendidikan Diminta Sigap Jalankan Kebijakan
“Mewajibkan seluruh perusahaan di Aceh menyusun roadmap perekrutan dan pelatihan tenaga kerja lokal sebagai syarat mutlak perpanjangan izin,” tegasnya.
Cut Farah juga menolak dalih kekurangan keterampilan atau pengalaman sebagai alasan tidak merekrut warga Aceh. Ia menyatakan bahwa perusahaan wajib melakukan pelatihan jika memang diperlukan.
“Jika masalahnya adalah keterampilan, pendidikan, atau pengalaman, maka tugas perusahaanlah untuk melakukan pelatihan dan pendampingan. Ini bukan hanya keadilan sosial, tapi juga bentuk penghormatan terhadap otonomi dan kedaulatan rakyat Aceh di tanahnya sendiri,” ujar Cut Farah.
Dalam pernyataannya, Cut Farah juga mengingatkan kembali kepemimpinan tegas Gubernur Muzakir Walad di era 1970-an yang berhasil memaksa raksasa minyak seperti Mobil Oil dan PT Arun untuk merekrut dan melatih tenaga kerja lokal.
“Izin operasi kalian memang dari Jakarta, tapi saya tidak akan dukung satu pun aktivitas kalian kalau kalian tolak anak-anak Aceh!” ujar Gubernur Muzakir Walad kala itu, kutip Farah.
Cut Farah menyebut hasil dari sikap berani tersebut adalah lahirnya pusat pelatihan tenaga kerja di Medan, Lhoksukon, dan Banda Aceh, serta kemitraan pendidikan melalui PDPK dan Unsyiah.
“Kini saatnya Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf (Mualem), menunjukkan keberanian dan keberpihakan yang sama,” tegas Cut Farah.
Menurutnya, Gubernur Aceh memiliki dasar hukum dan legitimasi moral untuk memperjuangkan hak tenaga kerja lokal, sesuai Pasal 20 ayat 2 Qanun No. 7 Tahun 2014.
“Kita tidak boleh kembali pada pola penjajahan ekonomi yang terselubung: hasil bumi diambil, rakyat ditinggalkan!” ujar Farah.
Di akhir pernyataannya, Cut Farah menyampaikan tuntutan secara tegas: “Tolak perusahaan yang menolak pekerja Aceh. Cabut izin perusahaan yang melanggar komitmen sosial. Tegakkan kedaulatan ekonomi Aceh melalui keberpihakan nyata kepada tenaga kerja lokal,” tutupnya.
- Cut Farah Meutia
- Gubernur Aceh
- Keadilan sosial
- Kedaulatan ekonomi Aceh
- Mobil Oil
- Muzakir Manaf
- Muzakir Walad
- Otonomi Khusus Aceh
- PDPK
- Pelatihan tenaga kerja
- Penolakan izin operasi
- Perusahaan di Aceh
- PT Arun
- Pusat pelatihan tenaga kerja
- Qanun Ketenagakerjaan Aceh
- Qanun No. 7 Tahun 2014
- Rekrutmen tenaga kerja
- Tenaga kerja lokal
- Unsyiah