PUNCA.CO – Dunia investasi di Aceh kembali menunjukkan geliat positif. PT Green Industri (AGI) dikabarkan akan menanamkan investasi jumbo senilai 1,3 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp21 triliun. Investasi tersebut difokuskan pada pengolahan dan pemulihan tembaga serta lithium yang digadang-gadang bakal menjadi proyek strategis di Aceh.
Kabar ini dibenarkan Direktur Utama PT AGI, Munawar Khalil. “Benar, investasi tersebut sejalan dengan program kerja Gubernur kita. Alhamdulillah, beliau ikut mendorong kelancaran proses investasi ini,” ujarnya kepada PUNCA.CO, Rabu (27/8/2025).
Munawar menegaskan, masuknya investasi besar ini akan berdampak positif terhadap citra Aceh di mata dunia usaha. Menurutnya, proyek tersebut dapat menjadi momentum penting untuk mengembalikan kepercayaan investor asing.
“Dengan kondisi Aceh hari ini, ini salah satu langkah maju bagi dunia investasi kita,” ungkapnya.

Lebih jauh, Munawar menyebut proyek ini sejalan dengan visi-misi Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) bersama Wakil Gubernur Fadhlullah (Dek Fadh) yang fokus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Apalagi, Aceh masih tercatat sebagai salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumatera.
Pemerintah Aceh, kata Munawar, menargetkan penurunan angka pengangguran dan peningkatan pendapatan daerah melalui pembukaan ruang bagi investasi asing. “Proyek ini bagian dari upaya itu,” jelasnya.
Baca juga:Dewan Kawasan Harus Ambil Alih dan Menata Ulang Manajemen BPKS Sabang
Tak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi PT AGI juga diperkirakan akan menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah signifikan. Pada tahap awal, sedikitnya 2000 orang akan direkrut.
“Pastinya proyek ini akan membuka lapangan kerja baru. Selain itu, sektor usaha kecil masyarakat di sekitar pabrik seperti penginapan, rumah makan, dan toko kelontong juga akan ikut hidup,” terangnya.
Selain membuka lapangan kerja, proyek daur ulang lithium ini juga diyakini bakal menambah pendapatan daerah. Namun, Munawar mengaku besaran kontribusi itu belum bisa dipastikan karena proyek masih dalam tahap awal.
Tahap pembangunan pabrik akan dimulai dengan pemasangan mesin, sewa lahan, pembangunan fisik, belanja material, hingga operasional. Pada tahap pertama, proyek ini akan digarap di lahan seluas 10 hektare. Sementara tahap kedua ditargetkan diperluas hingga 90 hektare.
Meski begitu, Munawar mengakui pihaknya masih menghadapi sejumlah hambatan, terutama dalam proses pengurusan izin di kementerian. Jika berjalan lancar, proyek ini berpotensi menjadi salah satu pusat industri daur ulang lithium terbesar di Asia Tenggara.
“Untuk izin di Aceh semua sudah siap, meski ada beberapa yang masih berjalan. Tinggal izin besar seperti pembangunan pabrik dan aktivitas ekspor-impor yang harus diselesaikan di Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Lingkungan Hidup,” jelasnya.
Munawar menambahkan, Gubernur Aceh telah menyatakan siap melakukan pendekatan ke pemerintah pusat demi memperlancar proses tersebut.
“Saat ini kita sedang melengkapi izin-izin yang diminta kementerian. Insya Allah semua bisa berjalan sesuai rencana,” tutupnya.