PUNCA.CO – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli, menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pembangunan batalyon teritorial baru di Aceh.
Pernyataan ini disampaikan di hadapan para massa yang melakukan aksi di halaman gedung DPRA, Senin (1/9/2025).
Ia menilai kebijakan tersebut tidak hanya tidak relevan dengan kebutuhan rakyat Aceh, tetapi juga berpotensi membuka kembali luka lama yang masih membekas dari masa konflik.
“Pembangunan batalyon teritorial bukan solusi atas persoalan Aceh. Justru sebaliknya, hal itu bisa memicu trauma masa lalu yang hingga kini belum sepenuhnya pulih. Aceh butuh damai, bukan militerisasi,” kata Zulfadhli.
Menurutnya, rakyat Aceh telah memilih jalan perdamaian sejak penandatanganan MoU Helsinki pada 2005, yang menegaskan komitmen bersama antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk mengakhiri konflik bersenjata puluhan tahun.
Baca juga: Meutya Hafid Tegaskan Penutupan Fitur Live TikTok Dilakukan Sukarela, Bukan Permintaan
Karena itu, ia menekankan agar pemerintah pusat tidak mengabaikan semangat perdamaian yang telah menjadi fondasi kehidupan Aceh pasca-konflik.
“Stop militerisasi! Hormati semangat perdamaian MoU Helsinki dan hormati supremasi sipil. Aceh tidak boleh kembali pada masa lalu yang penuh luka,” tegasnya.
Selain itu, Zulfadhli menyebut, tugas utama negara hari ini adalah menghadirkan keadilan dan kesejahteraan rakyat Aceh, bukan menambah barak militer di tanah yang baru belajar hidup damai.
“Rakyat menginginkan pembangunan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Bukan kembali dicekam ketakutan karena hadirnya simbol militerisasi,” ujarnya.
Ketua DPRA itu juga menegaskan bahwa penolakan pembangunan batalyon merupakan bagian dari komitmen lembaga legislatif Aceh untuk mengawal aspirasi masyarakat.
Ia menambahkan, suara rakyat tidak boleh dikhianati, terlebih ketika menyangkut perdamaian yang diperjuangkan dengan pengorbanan panjang.
“Menolak lupa, melawan diam, demi keadilan dan demokrasi. Kami di DPRA bersama DPR RI sepakat menjadikan tuntutan rakyat sebagai agenda prioritas. Suara rakyat adalah amanat tertinggi yang tidak boleh diabaikan,” pungkas Zulfadhli.