PUNCA.CO – Kasus dugaan penganiayaan terhadap Layyina Miska, yang melibatkan oknum anggota Polres Bireuen kini mulai jadi sorotan. Tim kuasa hukum korban Hermanto, S.H, menyatakan keberatan atas langkah penyidik yang menjerat pelaku dengan Pasal 351 KUHP. Mereka menilai pasal tersebut tidak tepat karena pelaku adalah kakak kandung korban.
“Kami selaku kuasa hukum korban, sangat keberatan terkait dengan penerapan pasal 351 KUHP terhadap terlapor/pelaku, dikarenakan korban penganiayaan merupakan adik kandung pelaku/terlapor, jadi ada aturan yang lebih khusus mengatur tentang hal tersebut,” tegas Hermanto, S.H, Senin (8/9/2025).
Menurutnya, pasal yang semestinya digunakan adalah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Baca juga: Diduga Tak Serius Ditangani Polres Bireuen, Korban Penganiayaan Lapor ke Bidpropam Polda Aceh
“Seharusnya Polres Bireuen menggunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, bukan justru menggunakan KUHP, karena berdasarkan asas Lex specialis derogat lex generalis yang memiliki arti hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum,” ungkapnya.
Pihaknya selaku kuasa hukum juga mengutip Pasal 2 huruf b UU PKDRT yang menyatakan:
“Lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi: b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga.”
Baca juga: Prabowo Ganti Lima Menteri, Termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani
Lebih lanjut, mereka menekankan bahwa Pasal 44 ayat (2) UU PKDRT mengatur:
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).”
Laporan medis menyebutkan Layyina Miska mengalami luka di pipi kiri dan kanan, memar pada kedua tangan serta kaki, hingga harus menjalani pemindaian kepala di RSUD Fauziah Bireuen akibat sakit kepala hebat yang menyebabkan muntah dan lemas. Korban juga dirawat dua hari di Klinik Pratama Haifa Medika (20–21 Juli 2025), sebagaimana tercantum dalam surat keterangan sakit Nomor 036/HM/2025 tertanggal 3 Agustus 2025.
“Kami sangat amat keberatan apabila pelaku dikenakan pasal 351 KUHP bukan UU PKDRT,” pungkas Hermanto.









