Home Ekonomi Kadin Aceh: Beras 250 Ton Masuk ke Sabang Bukan Impor, Harus Dilihat Sesuai Aturan Kawasan Bebas
Ekonomi

Kadin Aceh: Beras 250 Ton Masuk ke Sabang Bukan Impor, Harus Dilihat Sesuai Aturan Kawasan Bebas

Masuknya beras ke Sabang disebut tidak ganggu pasar Aceh karena hanya untuk kebutuhan lokal kawasan bebas tersebut

Share
Kadin Aceh: Beras 250 Ton Masuk ke Sabang Bukan Impor, Harus Dilihat Sesuai Aturan Kawasan Bebas
Wakil Ketua Umum Kadin Aceh Bidang Vokasi dan Sertifikasi, T. Jailani Yacob | Foto: PUNCA.CO
Share

PUNCA.CO – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh menegaskan bahwa polemik 250 ton beras yang masuk ke Sabang tidak dapat disamakan dengan aktivitas impor di wilayah pabean.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Aceh Bidang Vokasi dan Sertifikasi, T. Jailani Yacob,merespons pernyataan yang menyebut beras tersebut sebagai “impor ilegal”.

Menurutnya, Sabang merupakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang memiliki landasan hukum dan aturan teknis tersendiri. Karena itu, arus barang yang masuk ke Sabang tidak dapat dikategorikan sebagai impor sebagaimana berlaku di pelabuhan pabean seperti Ulee Lheue atau Krueng Raya.

Baca juga: 537 Kasus Kekerasan Seksual Terjadi di Tempat Kerja dalam Lima Tahun

“Di Sabang tidak dikenal istilah impor atau ekspor. Yang ada adalah barang masuk dan barang keluar. Aturan impor itu berlaku di daerah pabean, bukan di kawasan bebas seperti Sabang,” kata Jailani, Selasa (25/11/2025).

Ia menjelaskan, proses perizinan yang dikeluarkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) sudah sah secara kelembagaan. Namun, ia menilai kemungkinan ada proses koordinasi antar kementerian dan lembaga yang belum sepenuhnya tersampaikan ke daerah, sehingga terjadi perbedaan persepsi di lapangan.

“BPKS sudah mengeluarkan izin dan itu sah. Secara fakta lapangan tidak ada masalah. Hanya saja mungkin keputusan koordinasi di tingkat pusat belum sampai ke wilayah,” ujarnya.

Baca juga: BPKS Jelaskan Rentetan Masuknya 250 Ton Beras ke Sabang

Jailani menekankan bahwa penggunaan istilah “ilegal” dalam polemik ini memiliki dampak negatif bagi iklim investasi Aceh. Ia menyebut label tersebut dapat menciptakan persepsi buruk tentang kepastian hukum di daerah, padahal kepastian hukum adalah faktor yang sangat penting untuk menarik investor.

“Kita sedang berusaha keluar dari jebakan pertumbuhan ekonomi yang terus melambat dan masih di bawah 5 persen. Ketika muncul narasi ilegal, itu kontraproduktif dengan upaya menarik investasi ke Aceh,” tegasnya.

Ia menjelaskan, investasi dapat membuka peluang pembangunan industri, peternakan terpadu, hingga pabrik yang akan menciptakan lapangan kerja. Jika pendapatan masyarakat meningkat, konsumsi akan naik dan berefek positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Pon Yaya Resmi Dilantik sebagai Ketua KONI Aceh

Lebih lanjut, Jailani menegaskan bahwa masuknya beras ke Sabang tidak berdampak pada pelaku usaha beras lokal di Aceh. Pasalnya, beras tersebut tidak diizinkan masuk ke daratan Aceh dan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sabang.

“Sabang tidak memiliki sawah. Jadi 250 ton itu pun tidak akan bertahan lama. Itu murni untuk kebutuhan Sabang dan tidak mengganggu pasar beras di daratan Aceh,” katanya.

Untuk meredam polemik, ia mendorong pemerintah Aceh memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat serta lembaga terkait. Menurutnya, informasi hasil rapat koordinasi harus lebih cepat disampaikan ke daerah agar tidak menimbulkan salah tafsir.

Baca juga: Gubernur Aceh Diminta untuk Mengevaluasi Kepala Dinas DLHK dan Kepala Balai BPHL

“BPKS adalah lembaga pusat, mereka tentu mengikuti ketentuan dan kebutuhan. Selama ini tidak ada masalah pada proses perizinan di Sabang,” kata Jailani.

Kadin Aceh berharap polemik ini tidak berkembang menjadi perdebatan berkepanjangan yang dapat merusak citra Aceh di mata investor.

“Yang terpenting adalah Aceh jangan tergiring pada konotasi negatif. Persepsi buruk terhadap investasi akan sangat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya

Share