PUNCA.CO – Kota Sabang menjadi daerah dengan angka pernikahan paling sedikit di Provinsi Aceh sepanjang 2024 yang hanya mencatat 138 pernikahan. Kondisi itu berbanding terbalik dengan Kabupaten Aceh Utara yang mencatatkan angka pernikahan tertinggi yang mencapai 4.202 pernikahan.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Aceh, Azhari, menyebut perbedaan signifikan tersebut dipengaruhi oleh jumlah penduduk di masing-masing wilayah.
“Aceh Utara memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih banyak, sehingga wajar jika angka pernikahannya tertinggi. Sementara Sabang, dengan jumlah penduduk yang relatif kecil, mencatat angka pernikahan terendah,” ujar Azhari, Kamis (2/1/2025).
Secara keseluruhan, angka pernikahan di Aceh terus menunjukkan tren penurunan dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, tercatat 45.629 pernikahan, menurun menjadi 42.213 pada 2020, kemudian 41.044 pada 2021, dan 39.540 pada 2022. Tren penurunan ini semakin tajam pada 2023 dengan 36.035 pernikahan, dan terakhir pada 2024 hanya 30.786 pernikahan, menunjukkan penurunan drastis sebesar 12 persen dibanding tahun sebelumnya.
Azhari menduga penurunan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari ekonomi yang belum pulih pasca-Covid-19 hingga kenaikan harga emas.
“Banyak anak muda yang memilih menunda pernikahan karena faktor ekonomi. Selain itu, perubahan undang-undang perkawinan yang menaikkan batas usia minimal menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan juga berpengaruh,” jelasnya.
Azhari menekankan pentingnya melangsungkan pernikahan bagi generasi muda yang sudah memenuhi syarat usia dan memiliki kesiapan mental maupun finansial. “Jika angka pernikahan terus menurun, ini dapat memengaruhi pertumbuhan populasi di masa depan,” katanya.
Ia juga mendorong Kantor Urusan Agama (KUA) dan penyuluh untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pernikahan yang sehat dan sesuai syariat, sehingga stigma atau kendala ekonomi tidak menjadi penghalang bagi pasangan muda untuk menikah.