PUNCA.CO – Akademisi Universitas Abulyatama, Dr. Usman Lamreung, menegaskan bahwa pelaksanaan Syariat Islam di Aceh tidak bertentangan dengan Pancasila. Nilai-nilai Syariat justru memperkuat moralitas dan budaya bangsa yang terkandung dalam Pancasila.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) dan Penguatan Relawan Gerakan Kebajikan Pancasila yang berlangsung di Hotel Madinatul Zahra, Lampeuneurut, Aceh Besar, Senin (4/8/2025).
Baca juga: Usman Lamreung Desak Pimpinan Sementara MAA Segera Tindaklanjuti Instruksi Mualem
“Pancasila dan nilai Keacehan bukan dua hal yang bertolak belakang. Justru Pancasila dapat diperkuat melalui pendekatan lokal, seperti adat dan agama di Aceh,” ujar Usman.
Ia menjelaskan bahwa kekhususan Aceh dalam penegakan Syariat Islam didasarkan pada Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 Tahun 2006. Dari perspektif itu, penegakan syariat menjadi ruang kolaborasi antara negara dan masyarakat adat dalam mewujudkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Lebih lanjut, Usman ikut memaparkan bahwa nilai-nilai Pancasila telah lama terintegrasi dalam tradisi kehidupan masyarakat Aceh. Misalnya:
1. Nilai Ketuhanan, tercermin dalam tradisi zikir akbar, pelaksanaan syariat, dan keberadaan meunasah.
2. Nilai Kemanusiaan, tampak jelas dalam budaya ‘peumulia jamee’.
3. Nilai Persatuan, diwujudkan lewat semangat gotong royong di gampong-gampong.
4. Nilai Demokrasi, hadir dalam musyawarah di lembaga mukim dan tuha peut.
5. Nilai Keadilan Sosial, tergambar dalam praktik sistem bagi hasil pengelolaan sumber daya desa.
Baca juga: Blang Padang Tanah Wakaf, Usman Lamreung: Negara Harus Jadi Percontohan Teladan Hukum
Tak hanya menyoroti nilai-nilai yang sudah mengakar dalam masyarakat, Usman juga menyampaikan terkait peran penting lembaga adat dan keagamaan dalam menjaga dan memperkuat Pancasila.
“Kita punya Wali Nanggroe sebagai simbol pemersatu budaya Aceh, Majelis Adat Aceh sebagai pelestari nilai budaya, serta Teungku Dayah dan ulama yang menjadi pusat pendidikan ideologi dari perspektif agama,” tegas Usman.
Menurutnya, lembaga-lembaga keacehan seperti Wali Nanggroe, Majelis Adat Aceh (MAA), Teungku Dayah, dan para ulama berperan penting dalam memperkuat ideologi Pancasila dari perspektif lokal.
Di akhir pemaparannya sebagai narasumber, Usman mengingatkan bahwa saat ini Pancasila dihadapkan pada tantangan serius di Aceh, seperti maraknya radikalisme, pengaruh budaya Barat melalui globalisasi, hingga disorientasi nilai di kalangan generasi muda.
Sebagai solusi, ia mendorong adanya penguatan pendidikan Pancasila berbasis lokal, memperkuat sinergi antara dayah, sekolah, dan keluarga, serta mendorong media dan konten digital untuk lebih menonjolkan nilai-nilai kebangsaan.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, H. Teuku Ibrahim, ST., MM., dan turut menghadirkan narasumber lain seperti Ketua Biro Hukum dan Organisasi BPIP, Edi Subowo, SH., MH., serta praktisi pendidikan, Radiana, SE., MM.