PUNCA.CO – Di tengah bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Tanoh Gayo, Faris, mahasiswa asal Tanoh Gayo menyoroti sikap sebagian masyarakat yang dinilai mulai keluar dari semangat kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa dalam situasi darurat, masyarakat seharusnya memperkuat solidaritas, bukan justru terjebak pada emosi, kekecewaan, dan sentimen kesukuan.
Menurut Faris, masih banyak warga terdampak yang berjuang memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan. Kondisi tersebut semestinya menjadi fokus bersama, alih-alih melahirkan narasi saling menyalahkan di ruang publik.
“Di saat masih ada warga yang kelaparan dan kehilangan tempat tinggal, saya mengajak masyarakat untuk menahan diri. Jangan biarkan emosi mengalahkan nurani,” ujar Faris, Rabu (17/12/2025)
Baca juga: Kak Na Antar Bantuan ke Pelosok Aceh Utara
Ia mengingatkan bahwa bantuan yang datang dari berbagai pihak, baik individu, komunitas, maupun pengusaha lintas daerah adalah bentuk kepedulian kemanusiaan yang tidak boleh dipersepsikan secara sempit. Ia menilai, memelintir bantuan menjadi isu kesukuan hanya akan melukai semangat gotong royong yang selama ini menjadi kekuatan masyarakat Aceh.
“Bencana ini tidak memilih suku. Korbannya juga tidak satu kelompok saja. Maka respons kita pun harus melampaui identitas,” tegasnya.
Faris menyayangkan munculnya ekspresi dan narasi yang bernada ancaman serta kekecewaan kolektif berbasis identitas. Ia menilai hal tersebut berpotensi memicu konflik horizontal dan memperburuk situasi psikologis warga yang sudah terdampak bencana.
Baca juga: Kondisi Aceh Kian Memprihatinkan, Warga Mulai Kibarkan Bendera Putih di Jalanan
“Kalau masyarakat terpecah, yang rugi adalah kita semua. Bantuan bisa terhambat, relawan bisa terintimidasi, dan korban justru makin terabaikan,” katanya.
Ia mengajak masyarakat Tanoh Gayo dan daerah sekitar untuk kembali pada nilai empati dan kearifan lokal dalam menyikapi musibah. Faris menekankan bahwa kritik dan kekecewaan boleh disampaikan, namun harus diarahkan secara dewasa dan tidak menyeret identitas kesukuan.
“Bencana ini ujian kemanusiaan. Cara kita bersikap hari ini akan menentukan apakah kita lulus sebagai masyarakat yang beradab atau justru gagal karena emosi sesaat,” pungkas Faris.
Ia berharap masyarakat dapat menjadi penyejuk di tengah krisis, menjaga suasana tetap kondusif, serta memastikan fokus utama tetap pada keselamatan dan pemulihan warga terdampak.










