PUNCA.CO – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara terkait gelombang aksi cuti massal yang dilakukan oleh para hakim di seluruh Indonesia. Aksi yang berlangsung dari 7 hingga 11 Oktober 2024 ini bertujuan untuk memperjuangkan kenaikan gaji dan kesejahteraan para hakim, yang menurut mereka masih jauh dari kata layak. Para hakim merasa bahwa peran mereka sebagai penegak keadilan seharusnya diimbangi dengan kesejahteraan yang memadai.
Jokowi menegaskan bahwa pemerintah belum bisa memberikan keputusan langsung terkait tuntutan ini. Hingga saat ini, kenaikan gaji hakim masih dalam tahap kajian oleh sejumlah kementerian terkait. Seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Keuangan. Tegas-nya, keputusan final mengenai kenaikan gaji belum bisa diambil saat ini, sebagai mana konfirmasi-nya kepada awak media saat menghadiri acara di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, pada Selasa (8/10).
Meski demikian, Jokowi mengakui bahwa kesejahteraan hakim memang merupakan salah satu elemen penting dalam memastikan integritas lembaga peradilan. Ia berjanji pemerintah akan mencari solusi terbaik yang bisa memenuhi harapan para hakim tanpa melanggar aturan anggaran negara yang ada.
Didukung Aktivis dan Pengacara, serta Persidangan Tetap Berjalan di Jakarta Pusat.
Aksi cuti massal yang dipelopori oleh Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) telah menarik perhatian banyak pihak. Salah satunya adalah para aktivis reformasi 98 yang kini tergabung dalam Pergerakan Advokat Indonesia. Mereka secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap gerakan yang dilakukan oleh para hakim tersebut.
Para aktivis ini menilai bahwa tuntutan para hakim sejalan dengan semangat reformasi hukum dan perbaikan sistem peradilan di Indonesia. Menurut mereka, kesejahteraan hakim yang lebih baik akan memperkuat integritas dan independensi lembaga peradilan, yang pada akhirnya akan berujung pada pelayanan keadilan yang lebih baik bagi masyarakat.
Namun, meski aksi cuti massal ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, beberapa pengadilan tetap menjalankan fungsinya seperti biasa. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), para hakim memilih untuk tetap bertugas meski mendukung gerakan tersebut. Hal ini dilakukan demi menjaga hak-hak publik yang tidak boleh diabaikan, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut tenggat waktu hukum seperti kasus tindak pidana korupsi yang punya batas waktu penyelesaian. Namun mereka tetap mendukung gerakan tersebut sebagai disampaikan oleh Zulkifli, Penjabat Humas PN Jakarta Pusat.
Zulkifli menjelaskan bahwa dukungan yang diberikan pengadilan bisa dalam berbagai bentuk, mulai dari penundaan sidang yang tidak mendesak hingga bantuan finansial bagi hakim-hakim di daerah yang turut serta dalam aksi.
Komisi Yudisial (KY) Ikut mendukung.
Di tengah aksi yang berlangsung, Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengawasi kinerja dan perilaku para hakim, turut memberikan pandangannya. Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menegaskan bahwa isu kesejahteraan hakim tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, rendahnya kesejahteraan para hakim dapat menjadi celah bagi terjadinya pelanggaran kode etik dan integritas.
Mukti mengungkapkan bahwa berdasarkan pemantauan KY di berbagai daerah, kondisi hakim di lapangan terkadang sangat memprihatinkan. Banyak hakim yang tidak mendapat fasilitas dasar seperti keamanan dan perumahan yang layak. Hal ini, menurutnya, meningkatkan risiko terhadap independensi mereka dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum.
KY dan Mahkamah Agung (MA) pun berjanji untuk terus memperjuangkan peningkatan kesejahteraan hakim melalui berbagai upaya, salah satunya dengan mendorong pemerintah untuk segera mengambil keputusan terkait usulan kenaikan gaji hakim
Aksi cuti massal yang diinisiasi oleh para hakim ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Pasalnya, jika sebagian besar hakim di seluruh Indonesia berhenti bekerja dalam waktu bersamaan, proses peradilan bisa terhambat, dan masyarakat yang tengah berperkara di pengadilan akan dirugikan.
Namun, hingga saat ini, dampak dari aksi tersebut masih dapat dikelola. Beberapa pengadilan, seperti yang ada di Jakarta Pusat, memilih untuk tetap beroperasi dan hanya menunda sidang-sidang yang dianggap tidak mendesak. Di sisi lain, dukungan terhadap aksi ini terus mengalir, dengan harapan agar kesejahteraan para hakim dapat segera ditingkatkan sehingga mereka bisa bekerja dengan lebih tenang dan maksimal.
Dalam jangka panjang, banyak pihak yang berharap agar pemerintah segera menemukan solusi yang tepat agar tidak terjadi kerusakan sistemik pada lembaga peradilan. Sebab, kesejahteraan hakim yang rendah bukan hanya mempengaruhi kinerja mereka, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas pengadilan. Dengan terpenuhinya hak-hak para hakim, diharapkan mereka dapat menjalankan tugasnya secara independen dan adil tanpa ada tekanan dari faktor ekonomi.
Dengan adanya aksi ini, tuntutan para hakim telah membuka mata banyak pihak bahwa penegakan hukum yang kuat tidak hanya tergantung pada undang-undang, tetapi juga pada kesejahteraan para penegak hukumnya. Kini bola ada di tangan pemerintah untuk merespons dengan solusi yang adil dan tepat waktu.